Perjalanan hidup adalah sebuah sejarah yang tetap dapat dirasakan melalui tulisan dan itu mencerminkan dirimu sebenarnya :)
Pelangi Cinta
Dapatkan link
Facebook
X
Pinterest
Email
Aplikasi Lainnya
Sinopsis :Kamu hadir dan mengubah rintik hujan ini menjadi berbagai warna yang indah, kau hiasi setiap mimpiku dengan tawamu.
Saat ini apakah masih bisa kupeluk bayanganmu hingga kulihat pelangi menghampiriku seperti cinta kita yang tumbuh di bawah tetesan hujan ini? Dan kamu kini pergi ke depan jauh dan jauh... Apakah ada sedikit kau menoleh ke belakang melihatku menunggu kau kembali?
BAGIAN 1- Anak Baru
“Kamu tahu, gak lama lagi hari apa?“ Seorang teman sekolah membicarakan hal ini dengan bahagianya di depan teman-teman.
Ada sebagian menjawab lupa, ada sebagian menjawab hari Valentine, lalu pertanyaan itu tertuju padaku padahal aku tak pernah mengingat hari apa itu. Bagiku tiap hari adalah sama saja. Mau itu hari ulang tahun atau apapun itu. Huhh..
“Tak tahu..“ Jawabku dengan cueknya lalu mengambil tempat duduk di ujung jendela.
“Sasha, kamu yakin mau duduk di sana dengan alasan menghindari pertanyaan aku?“ Cika menggodaiku.Aku tak peduli, apa pun yang mereka katakan itu menurutku hal yang tak penting. Sana sini hanya peduli cokelat, aku tak menyukai cokelat.
Tapi andai saja ada seseorang yang memberiku cokelat pasti menyenangkan deh. Aduh, apa yang kupikirkan kali ini.Aku menatap tetesan hujan yang menyelimuti sisi jendela itu. Hari ini merupakan awal dari musim hujan di Bandung kali ini.
Kebiasaanku saat ini hanyalah berselimut di sofa kesayanganku namun kenyataannya aku harus bersekolah dan menikmati rintik hujan hanya dari sisi jendela kelasku.Tepat pagi ini kami semua masuk untuk kelas baru dan bertemu dengan salah seorang teman baru. Guru memperkenalkannya kepada kami semua,
“Ayo perkenalkan dirimu.“
“Nama saya Andi Taisuchi, berasal dari Hokkaido, Jepang. Saya tertarik untuk bersekolah di sini. Senang berkenalan dengan Anda.“
“Jadi ayahmu berasal dari Jepang?“
“Yah, pak. Tapi saya besar di sini.“
“Baiklah, kamu silakan duduk di sebelah Rinda ya.“
Anak-anak lain hanya menatapnya dan senyumnya yang begitu menawan sepanjang ia berjalan menuju ke tempat duduk. Aku hanya cuek dan tak mempedulikan apa yang ia katakan barusan. Untung saja ia tak duduk dekat denganku, mungkin ia akan sebal denganku karena sifatku yang begitu cuek. Tak lama...
“Hei, kamu. Boleh saya duduk di sini?“
“Bukannya kamu harusnya dengan Rinda ya?“ Aku menampakkan sedikit wajahku yang sedikit terkejut melihat kedatangannya.
“Sepertinya tidak memungkinkan karena sudah ada yang mendudukinya.“ Tatapan Andi yang kecewa saat menunjuk ke Viky yang diam-diam telat dan datang begitu saja tanpa permisi.
“Yah, sudah biasa. Kamu duduk saja.“ Lalu aku menyingkirkan tas dan semua peralatan headphone aku.
“Salam kenal.“ Ia mengulurkan tangannya.
“Salam kenal juga.“ Aku tak menghiraukan tangannya dan tatapanku hanya tertuju pada papan tulis di depan yang bertuliskan berbagai rumus fisika yang rumit.
“Eh, kamu belum menyebutkan namamu siapa.“
“Nanti juga tahu. Perhatikan dulu ke depan.“
Ia hanya mengikuti apa saranku. Ia sedikit jahil ternyata, diam-diam dia mencolek tanganku dari belakang kalau aku sedang fokus. Aku menyangka teman belakangku, Tina yang mengisengiku. Tina tak tahu menahu soal itu. Aku yakin ini sudah berulang kali dilakukan dan pasti pelakunya orang yang duduk di sebelahku. Pada saat aku ingin menegur Andi, ia dipanggil ke depan kelas untuk menyelesaikan soal fisika tentang listrik. Dalam satu menit ia telah berhasil menjabarkan berbagai rumus hingga hasilnya yang benar-benar sempurna. Ia dipuji oleh guru tapi menurutku biasa saja. Tak ada yang perlu dihebohkan.
Pada saat jam istirahat ia menghampiriku di kantin bahkan ia menarik tanganku dan mengajakku ke lapangan basket.
“Ayo main, kamu tangkap ya bolanya.“ Ia tersenyum kepadaku.
"Maksudmu apa ngajak aku main di sini?" Aku sedikit jengkel melihat tingkahnya itu.
Aku sejujurnya sedikit malu saat semua murid heboh melihat keberadaan kami di lapangan. Di sekolahku, murid baru selalu menjadi berita heboh apalagi Andi yang begitu tinggi dan wajahnya yang lumayan keren. Aku tak menyangka ia mau berteman denganku, seorang perempuan yang malas belajar, keras kepala, dan tomboi. Entah apa yang ada di pikirannya saat ini, aku tak mengerti.
“Eh, kamu. Lihat di sana ada pelangi. Indah sekali ya. Mau gak kita ke taman belakang sekolah? Aku mau lihat secara langsung biar lebih jelas.“ Ia tak menggubris pertanyaanku.
“Tunggu. Panggil nama aku Sasha ya. Aku gak mau ke belakang sana. Aku masih ada urusan. Kamu ke sana sendirian saja ya.“ Aku bermaksud menghindari keinginan dia karena aku takut menjadi kehebohan sekolahku. Saat aku akan membalikkan badan untuk pergi, ia menarik tanganku.
“Oke, aku ikut kamu deh kalau gitu.“
“Eh, gak usah deh kamu ikut. Aku mau ketemuan ma temanku yang kutinggal tadi di kantin. Kalau kamu ikut, aku gak mau lagi berteman denganmu “ Aku pun mengancam dan meninggalkan lapangan. Ia hanya menatapku dari kejauhan.
BAGIAN II- Aku Ceroboh
Aku hari ini bangun terlambat. Tersadar waktu telah menunjukkan pukul 8. Aku segera merapikan semua perlengkapanku. Aku berlari menuju gerbang yang satu menit lagi akan dikunci. Untung saja aku berhasil menerobosnya.
“Ayo, anak-anak! Kumpulkan PR kimia kalian!“ Ibu Lusia ternyata sudah datang lebih cepat.
“Bu, maafkan saya.“ Aku tiba di ambang pintu dengan nafas yang mulai tersengal-sengal.
“Cepat sana, masuk. Untung saja belum 5 menit. Lain kali saya gak akan kasih kamu dispensasi lagi.“ Kata-katanya seakan mengerutuk pikiranku. Ini ibu membuat kepalaku pusing, setiap ocehannya membuat aku sulit konsentrasi apa yang akan kuperbuat selanjutnya.
Aku pun masuk dan duduk. Segera kuambil bukuku yang ternyata bukanlah pelajaran kimia. Aku telah salah membawa! Ya, ampun! Pikir apa aku ini bisa salah membawa buku.
“Ini kamu pakai saja kertasku sebagai pengganti PR kamu yang ketinggalan. Lain kali jangan seperti ini ya!“ Andi memberiku secarik kertas yang berisikan isian kimia. Kok dia bisa tahu kalau aku ketinggalan PR-nya?
“Kamu mau ke mana?“ Aku gelisah melihatnya berjalan ke depan.
Ia hanya tersenyum lalu berpaling menghadap ke ibu Lusia. Ibu Lusia mengetahuinya dan sangat kecewa apa yang sudah ia lakukan. Teman-teman pun cukup terkejut saat tahu Andi berubah menjadi malas. Sedangkan aku hanya meratapi kertas yang berisikan tulisannya yang begitu rapi. Aku merasa apa yang kulakukan ini benar-benar salah. Seharusnya aku yang berada di depan sana. Aku tak bisa fokus sewaktu diriku selamat dari tugas ini. Andi harus menerima hukuman berada di luar dan duduk sambil mengerjakan PR itu sebanyak sepuluh rangkap.
“Itu namanya dia suka sama kamu.“ Nita berbisik sejenak sambil cekikikan
“Loh, kamu tahu dia kasih aku PR itu?“ Aku membelalakkan kedua mataku yang sipit.
“Yah, aku tahu semua tentang kamu.“ Nita tersenyum dan aku mencubit tangannya.
“Nita! Bisa diam? Atau kamu mau menemani Andi di luar?“ Ibu Lusia pun menegur.
“Makanya diam. Nenek sihir nanti siap beraksi. Aku takut ah, nanti malam dia tiba-tiba mengunjungimu di depan jendela.“ Nita terlihat tegang saat aku membisikkan berbagai petuah mengenai guru ini.
Aku ingin sekali menghampiri Andi dan meminta maaf atas perbuatanku tapi aku ragu. Kecuekkanku membuatku bertahan untuk tak mengatakan hal apapun ke Andi.
BAGIAN III- Pelangi itu...
“Pulang sekolah jalan yuk.“ Andi menggandeng tangan kananku dan aku berusaha melepaskannya. Aku ingin cepat pulang. Aku takut akan menyebabkan dia bermasalah lagi saat dekat denganku.
“Iya, aku mau minta maaf dan mulai sekarang menjauhlah dariku.“
“Oke, kamu tak perlu menjauh hanya karena masalah ini dan aku bakal maafkan kamu dengan satu syarat.“ Ia menarikku untuk mengikutinya ke taman belakang sekolah. Begitu sejuknya angin meniup kulitku dan begitu hangatnya saat Andi bersamaku. Apakah aku mulai menyukainya?
Aku hanya diam dan duduk di bawah pohon mangga. Kuambil headset kesayanganku, satu telinga untuk mendengar musik dan satunya mendengarkan ceritanya. Ia bercerita tentang dirinya dan semua kesukaan dia. Aku tak begitu fokus mendengarkan namun satu hal yang membuatku akhirnya menyadari...
“...kamu bisa melihat pelangi di kala sehabis hujan menyirami seisi bumi ini. Aku hanya ingin satu orang menemaniku saat ini untuk melihat pelangi itu.. Sejak kepergian ibu, aku benar-benar kehilangan sosok pelangi yang menjadi tumpuan harapanku. Aku merindukan ibu dan kenangan bersamanya, terutama saat aku dan beliau melihat pelangi di sore hari.“
Jantungku berdebar-debar tak tentu. Di sisi lain aku sedikit prihatin dengan keadaannya yang kehilangan sosok ibu. Aku hanya diam saja menatap wajahnya yang hangat.
“..Kamu tahu besok itu hari apa?“ Ia melanjutkan.
“Besok hari Sabtu kok. Ada apa?“Dia hanya menggaruk-garuk kepala mendengar jawabanku.
“Kamu ada acara besok? Aku ingin mengajakmu jalan ke suatu tempat.“
“Ke mana? Aku gak akan pergi sebelum kamu kasihtahu ke mana.“
“Pokoknya besok kamu lihat sendiri, kamu pasti suka.“ Ia mengedipkan salah satu matanya.Aku pun luluh dan hanya mengiyakan bahwa ia juga berjanji akan menjemputku.
“Wah pelangi ternyata ada lagi sore ini. Akhirnya terwujud juga bisa melihat bersama kamu.“ Ia tertawa bahagia, aku pun turut senang ia bisa kembali ceria seperti biasanya.
“Apa alasanmu menyukai pelangi?“ Aku berusaha mencari tahu.
“Karena dari pelangi aku bisa merasakan betapa berwarnanya hidupku saat bersama orang-orang yang kucintai.“
Tidak seperti sebelumnya, ketika aku melihat pelangi, tidak ada sedikit rasa pun ingin mendefinisikannya sebagai keindahan dari alam. Bersama Andi, aku merasakan segalanya. Langit kali ini dirasa lebih indah, sejak kehadiran pelangi dan dirimu..
BAGIAN IV- Janji..
Tepat hari ini hari Valentine dan teman-teman mengajakku untuk berkumpul bersama mereka. Tapi aku tahu aku telah memiliki janji untuk menemui Andi. Mungkin bulan di tahun ini adalah bulan terindah bagiku karena da seseorang yang mau mengajakku merayakan hari kasih sayang bersamanya.
Aku telah bersiap merapikan diri dan menunggu Andi datang ke rumahku. Aku telah menyiapkan kado berupa cokelat dan sepucuk surat. Tak lama ia sudah tiba di depan rumahku. Ia memanggilku dan kulihat dirinya sangatlah rapi, mungkin sedikit beda denganku yang tanpa menggunakan alas bedak sedikitpun karena alasan tak biasa.
“Halo, bidadariku yang cantik. Kamu sudah siap? Ayo berangkat!“ Andi juga menyapa kakakku yang mengantar kepergianku dengan Andi.Andi membukakan pintu untukku.
“Kamu pasti suka dengan tempat ini.“ Ia berusaha meyakinkanku di mobil.
“Ya pastinya.“
Dalam waktu 15 menit kami pun tiba di restoran mewah yang mungkin aku baru pertama kali mengunjunginya. Kami disambut dengan berbagai tarian indah dan para pelayan yang selalu siap untuk menuangkan minuman.
“Kenapa kamu bawa aku ke restoran ini? Ini kan pasti mahal.“ Bisikku padanya.
“Yah gapapa kok. Kamu mau pesan apa?“ Ia membiarkanku membolak-balikkan menu.
“Aku pesan beef steak dan orange juice saja.” Lalu ia pun memanggil pelayan untuk memesan.
Aku benar-benar merasakan hal yang indah ini saat bersamanya. Entah perutku tak sama sekali berbunyi karena lapar tapi karena pikiran ini telah menghipnotisnya untuk berpura-pura kenyang saat di hadapannya. Bagiku melihatnya saja sudah cukup. Oh, apa yang kupikirkan sih. Kuputar otakku.
“Kamu ternyata gak cuek ya. Aku pikir cuek banget sejak awal ketemu.“ Ia seakan menghakimi sifatku.
“Siapa bilang aku gak cuek? Hmm dari awal kan kamu yang mau ngajak aku, tapi aku gak ada rasa pengen tuh jalan ma kamu.“ Dustaku. Oh no, apa yang kukatakan barusan padanya.
Ia hanya ketawa lalu mengeluarkan sesuatu dari kantong jasnya.
“Ini buat kamu sebagai tanda terima kasihku karena kamu telah menerima permintaanku untuk mengajakmu kencan malam ini.“
“Iya, sama-sama. Kayanya kamu gak perlu repot deh berbuat kayak gini. Aku gak ada kasih apa-apa ke kamu.“
Kami pun makan dan menikmati tarian di malam hari itu. Tak disangka, waktu sudah menunjukkan pukul 8 malam dan aku ingin pulang karena pasti ayah dan ibu mencariku jika aku terlalu malam kembali. Ia pun mengantariku pulang. Sepanjang perjalanan aku tak sama sekali membuka pembicaraan. Ia selalu membukanya.
“Kamu suka acara malam ini?“
“Suka kok. Makasih ya. Ayo cepetan dong. Aku udah kebelet pipis nih.” Aku seakan mengalihkan pembicaraan agar aku bisa mengurangi rasa gugupku saat dekat dengannya.Ia mempercepat mobilnya.
“....Maaf yah, aku tadi lupa ke toilet.”
Andi hanya menarik nafas dan diam menatapi jalan di depan.Sesampainya di depan rumah...
“Aku turun dulu yah.” Ia lalu memelukku sejenak dan tersenyum, diriku hanya terpaku.
“Kamu hati-hati yah.” Ia lalu membiarkanku turun.
Aku hanya melambaikan tangan lalu masuk ke rumah.
“Selamat malam semua.” Aku menyapa seisi rumah.
“Bagaimana acaramu malam ini? Menyenangkan?“ Ayah menyapaku.
“Iya. Lumayan. Aku naik dulu ya.” Sapaku pada papa dan mama.
Kurebahkan diriku si atas kasur lalu kubuka tasku. Teraba di dalam kantong kecil bingkisan cokelat dan surat. Oh tidak, aku lupa memberikan hadiah ini padanya. Aku lalu terpikir untuk mengirim pesan singkat pada Andi.
Hai Andi. Maaf mengganggumu. Ini ada kado kecil yang ingin kuberikan padamu, hanya aku lupa tadi. Besok bisa ketemuan`?- Sasha..
Kubuka isi kado yang diberikan oleh Andi, di sana ada sebuah syal kecil berwarna merah dan surat.
Selamat hari kasih sayang buatmu ya Sasha.Maaf aku tak bisa memberikanmu apa-apa. Kemungkinan aku akan kembali ke Jepang untuk membereskan semua urusanku, entah kapan akan kembali. Aku ingin rasanya memberikan yang terbaik untuk kamu di acara kali ini. Kamu bahagia kan? Mungkinkah ini kencan terakhir kita, aku tak bisa berkata apapun. Dari dulu aku harap ada orang yang bisa mengisi hariku dengan pelangi. Sejak kutemukan kamu orangnya, aku paham bagaimana cara menyayangi orang walau ia tak berada di dekat kita, bagaimana cara tersenyum saat menatap pelangi di sore itu. Terima kasih buat hari ini...Semoga aku bisa menjadi bagian dari Valentine-mu. – Andi..
Tak lama.. Kring... SMS masuk.
Besok kita ketemuan di taman belakang sekolah ya.- Andi
Aku benar-benar tak mengerti ada apa di balik semua ini.. Padahal baru 2 bulan ia bersekolah di sini. Ah, sudahlah. Aku tak ingin menyimpan harapan padanya jika besok adalah hari terakhir aku bertemu dengannya.
BAGIAN V- Kembalilah..
Kami pun berjumpa. Suasana terasa dingin karena baru saja hujan berakhir di sore ini ditambah lagi keadaan yang tak kuinginkan terjadi. Aku tak mengerti apa yang akan dikatakannya. Perpisahankah? Ya sudah ucapkan saja dan aku bisa pergi dengan cepat tanpa mengingat rasa ini. Biarkan kerinduan berlalu tanpamu?
“Kamu mau bilang apa?“ Ia lalu mengambil posisi duduk di sebelahku.
“Aku sayang kamu.“ Ia lalu memelukku kembali. Tanganku ingin meraihnya agar ia mengurungkan niatnya untuk pergi namun aku tak mampu.
“Akankah kamu kembali? Bisakah kita bersama suatu hari nanti?“
“Aku tak tahu, yang kutahu aku hanya ingin bersamamu biarpun hanya hari ini saja, tak ingin rasanya berlalu.“
Aku pun mengambil posisi berdiri dan berusaha melepaskan pelukkannya.
“Ya sudah sekarang kamu pergilah. Aku hanya akan memberikan bingkisan cokelat ini karena kemarin aku lupa. Aku juga akan pergi.“Aku membalikkan badanku untuk meninggalkannya.
“Kamu rela biarkan aku pergi? Ya sudah lanjutkan arahmu dan aku pun akan pergi dengan arahku sendiri. Jika dalam hitungan kelima di antara kita tak ada yang membalikkan badan, mungkin kita takkan pernah bertemu lagi.“ Ia seakan memberiku permainan.
“Sanggup!“ Aku menguatkan diri sambil menarik nafasku.
Aku pun berjalan satu langkah, dua langkah. Begitupun juga dengannya. Aku berusaha tak sama sekali menolehkan badan, hanya fokus dengan jalanku, aku rasa ini yang terbaik. Aku menghitung 1...2... Ia tak sama sekali menoleh, apa aku juga yang harus menoleh saat ini? 3..4... Aku terduduk di atas rerumputan, ia juga tak sedikitpun tak menoleh padaku.
Ingin rasanya aku segera memeluknya dari belakang. Aku takut saat menujunya aku terjatuh. Aku berusaha membangkitkan diriku dan berjalan menyusuri rerumputan basah yang seakan tak membiarkanku melangkah maju. Sebentar lagi hitungan 5 akan berakhir. Mengapa di antara kita masih bersikeras untuk tidak menoleh sedikitpun?
Ya, permainan berakhir...
Aku menangis sepanjang pulang, aku tak bisa lagi menahan betapa bodohnya aku membiarkan dia pergi begitu saja. Ya, aku harus sadar, mungkin aku harus melupakan semua momen saat bersamanya. Dan pastinya aku takkan berjumpa dengannya lagi. Sasha, harus bisa! Tekadku.
BAGIAN VII- Kamulah pelangiku...
Tiga hari setelah kejadian itu, aku mendapat telepon dari seseorang yang tak kukenal. Dia mengaku bahwa ia merupakan kerabat Andi. Di sekolah aku juga tak melihat sosok Andi muncul. Aku sedikit khawatir apa benar ia akan pergi dan melupakanku. Aku tak bisa lagi memikirkannya. Keraguan muncul, apa yang sebenarnya yang terjadi dengan Andi?
Berita heboh kembali menghiasi sudut sekolahku. Banyak temanku yang bilang, Andi sudah kembali ke Jepang karena ingin bersekolah sekalian menemani ayahnya di sana. Aku akhirnya bisa tenang.Tapi hal yang membuatku bingung adalah telepon nyasar yang tiba-tiba memenuhi isi telepon genggamku.Aku menanggapi telepon itu.
“Ha..lo?“
“Iya, apa ini Sasha?“ Ia menebak namaku.
“Iya, ini siapa?“
“Datanglah ke taman belakang sekolah.“
Tut..Tut..
Pembicaraan pun terputus. Aku segera mengikuti saja apa yang dimintanya. Di taman belakang sekolah ada seorang wanita muda yang duduk di sana. Ia mengajakku berbicara.
“Maaf, mungkin kamu tak mengenal saya. Saya adalah tante Andi. Kamu tahu Andi?“
“Iya, tante, saya Sasha. Terakhir kami bertemu di sini, terus dia tak pernah menghubungi saya sejak itu.“
“Andi sakit kanker otak, sudah lama ia menderita sakit ini. Ia hanya bisa melupakan rasa sakit itu saat berada dekat denganmu, ia sering bercerita tentang pelangi dan kamu yang merupakan bagian dari pelangi itu. Tante sangat berterima kasih atas perhatianmu selama ini. Maaf, ia sudah tiada. Sejak kamu meninggalkan ia di sini, hujan turun dengan derasnya dan ia terjatuh dan tak bisa menahan sakitnya saat kamu melangkah pergi. Ia berbohong padamu bahwa ia akan kembali ke Jepang. Sebenarnya bukan.“
“Jadi pada saat aku tak menoleh kemarin, apa sakitnya mulai kambuh lagi lalu ia pingsan di tempat?“
“Iya, dia berusaha menguatkan dirinya tapi ia terjatuh dan pingsan. Pak Amir, salah satu supir yang bersamanya saat itu menemukannya tergeletak jatuh di atas rumput dan sayangnya saat dibawa ke rumah sakit, nyawanya tidak tertolong lagi.”
Aku merasa betapa teganya aku yang tak ingin menolehkan sedikitpun kepadanya. Aku hanya memikirkan diriku yang terduduk di atas rumput sambil merintih dan lupa apa yang terjadi di belakangku…
Aku tak bisa menyesali apa yang sudah kulepas saat ini. Aku mencintainya tapi tak mungkin pernah bersatu. Jika memang gitu apa adanya, biarkan aku menyapa pelangi dan berharap kamu di sana menungguku hingga suatu ketika kita menyatu membuat rumah indah di atas pelangi itu..
Maafkan aku, semoga kau bahagia melihat pelangi di surga sana tanpa diriku. :)
Komentar
Posting Komentar
Silakan bagi yang ingin memberikan komentar yang membangun ^^. we share our opinion :)