Smile In Your Eyes - Cerpen Valentine
“Kamu terkadang menghargai
alasan mengapa saling mencintai namun lupa dengan alasan mengapa dan bagaimana jika harus saling melepas demi sebuah kebahagiaan”-Smile In Your Eyes-
Gery:
Biarlah kebahagiaan jadi milik kita walau raga tak saling menyapa, namun kita akan tetap disatukan dalam ruang yang sama, ya di dunia ini.
Biarlah kebahagiaan jadi milik kita walau raga tak saling menyapa, namun kita akan tetap disatukan dalam ruang yang sama, ya di dunia ini.
Celia :
Kalaupun harus memilih, aku ingin tetap mencintaimu dalam sunyi ini hingga ku takkan pernah ingat sampai kapan aku bisa melupakanmu, yang kutahu hanyalah mengenangmu dalam duniaku ini.
Kalaupun harus memilih, aku ingin tetap mencintaimu dalam sunyi ini hingga ku takkan pernah ingat sampai kapan aku bisa melupakanmu, yang kutahu hanyalah mengenangmu dalam duniaku ini.
Sinopsis:
Mungkinkah dari sebuah alasan perbedaan, kita sulit disatukan? Aku mungkin hanya setitik tetesan embun di pagi hari dan kau adalah sebuah cahaya matahari yang menghangatkan sang embun, mungkin kau takkan pernah memandangku karena betapa kecilnya aku. Bagaimana jika kita ini bersama? Akankah kau mau berbagi denganku di alam ini?
-'--'''
Mungkinkah dari sebuah alasan perbedaan, kita sulit disatukan? Aku mungkin hanya setitik tetesan embun di pagi hari dan kau adalah sebuah cahaya matahari yang menghangatkan sang embun, mungkin kau takkan pernah memandangku karena betapa kecilnya aku. Bagaimana jika kita ini bersama? Akankah kau mau berbagi denganku di alam ini?
-'--'''
BAGIAN 1 : Sang Gery yang Memulai Kisahnya
Hari ini adalah hari pertama aku mulai bekerja sebagai marketing di sebuah perusahaan di Jakarta. Aku awalnya sangat tak yakin dapat diterima di ruang lingkup baru ini. Entah berapa kali aku mengalami penolakan dalam lamaran hingga akhirnya impianku tercapai dengan memasuki perusahaan ini dan dapat mulai bekerja tepatnya awal bulan Februari ini.
Aku sedikit grogi saat berada di depan kantor Bapak Manager yang sekiranya ia akan menugasiku bermacam-macam pekerjaan. Aku berasumsi diriku akan siap menghadapi segala tugas berat yang akan dijalani itu. Lalu tak lama Bapak Manager mendatangiku, ia datang bersama salah seorang asistennya yang akan memberiku berbagai pengarahan.
Sebenarnya aku tak begitu yakin dengan kemampuanku mengingat semua isi dari gedung ini, namun perlahan kucoba sedikit sedikit membiasakan diri untuk mengingat. Sejam sudah berlalu kemudian ia menunjukkan sebuah ruangan yang sedikit antik, di sana banyak sekali terdapat pot yang berciri khas Eropa dengan tersusun bunga yang masih segar, mungkin setiap hari potnya selalu diisi dengan beragam bunga yang entah aku tak bisa menyebutkan satu-satu jenis bunga yang terpasang di pot-pot tersebut.
Sebenarnya aku tak begitu yakin dengan kemampuanku mengingat semua isi dari gedung ini, namun perlahan kucoba sedikit sedikit membiasakan diri untuk mengingat. Sejam sudah berlalu kemudian ia menunjukkan sebuah ruangan yang sedikit antik, di sana banyak sekali terdapat pot yang berciri khas Eropa dengan tersusun bunga yang masih segar, mungkin setiap hari potnya selalu diisi dengan beragam bunga yang entah aku tak bisa menyebutkan satu-satu jenis bunga yang terpasang di pot-pot tersebut.
“Di sini tempatmu bekerja, di sana ada komputer dan semua dokumen yang masih tersusun rapi. Kalau ada apa-apa, kamu boleh menghubungi saya di nomor 2. Ini semua tugas yang harus kamu selesaikan hari ini. Saya gak akan memberikanmu banyak pekerjaan khusus hari ini. Sudah mengerti maksud saya dan tugas yang akan kamu kerjakan? Kamu pun bisa saling bekerja sama dengan mereka.“
Aku mengangguk dan hanya berkata ya. Andi, sang asisten lalu meninggalkanku pergi. Aku terus saja memperhatikan ruangan kantorku yang baru ini. Di sana ternyata ada juga teman-teman yang lain dan mereka menyapaku dengan begitu ramah.
Tapi pada saat aku akan duduk di ruangan itu, ada seorang wanita yang sekilas menarik perhatianku, ia sedikit menoleh melihatku sambil tersenyum. Ada rasanya ia ingin menghampiriku tapi langkahnya berbalik saat ada seseorang rekannya memanggil. Aku cukup simpatik melihat wajahnya yang cukup putih dan berpakaian sopan. Oh,tak mungkin aku terus memandangnya sedangkan pekerjaan masih banyak yang harus kuselesaikan.
Semakin hari aku merasa aku sudah sedikit terbiasa dengan dunia ini dan semua kebiasaan teman-teman. Mereka sangat baik kepadaku, termasuk soal pekerjaan. Mereka tak segan membantu menyelesaikan pekerjaan jika aku harus lembur malamnya. Prinsip mereka, jika ada satu yang lembur, semua harus ikut membantu. Baru sekali ini aku merasa benar-benar dihargai di perusahaan ini.
Tepatnya pagi ini aku benar-benar tak bisa berpikir jernih. Entah apa yang kurasakan. Aku pun mengambil sebatang rokok dari sakuku yang kecil lalu kuhidupkan dengan korek api kesayanganku. Aku merasa akan lebih hangat jiwaku dengan satu hembusan dari rokok ini. Tak lama..
“Apa itu baik untuk menghangatkanmu?“ Seorang wanita berjongkok di sebelahku sambil meniru gayaku merokok.
Aku langsung tak bisa lagi berkutik dan segera kubuang rokok itu. Di pikiranku saat ini aku sangat malu sampai akhirnya ada seorang wanita yang ingin kudekati ternyata ia tahu siapa diriku sebenarnya.
“A..ku.. hanya ingin merokok sebentar saja. Sudah jarang aku lakukan ini.“ Aku pun mengubah tatapanku ke depan, ke ujung jalan raya yang kendaraannya masih sangat jarang.
“Perkenalkan namaku Celia, salah satu desainer di kantor ini. Kemarin aku ingin berkenalan denganmu. Tapi ya mungkin aku sedikit sibuk jadi maaf.“ Dia tersenyum sambil memberikan tangannya.
“Namaku Gery. Kamu sudah lama di sini?“ Aku menyambut tangannya yang hangat dan halus itu.
“Sudah dua tahun. Maaf ya tadi aku ga sengaja melihatmu merokok. Aku sedikit tak suka saja bila kamu merokok.“
Aku pun tak tahu harus berbuat apa. Aku tahu ini tak sehat dan apalagi rencanaku selanjutnya untuk mendekatinya mungkin akan gagal pastinya. Tapi ternyata....
Aku pun tak tahu harus berbuat apa. Aku tahu ini tak sehat dan apalagi rencanaku selanjutnya untuk mendekatinya mungkin akan gagal pastinya. Tapi ternyata....
“Kau harus berubah lebih baik setidaknya.“
“Baiklah. Aku akan berubah untuk orang yang kusayang.“
“Hmm aku pikir ini ga akan berhasil. Toh, kamu harus berubah untuk dirimu sendiri baru kamu bisa berjuang untuk orang lain. Oke, aku masuk dulu ya. Gak lama lagi ada briefing.“
“Ya, bentar lagi aku juga masuk kok.“ Aku hanya menatapnya pergi.
Aku akhirnya bisa berjumpa dan memegang tangannya, seakan ini sebuah mimpi. Apakah ini kagum atau lebih dari sekedar mengagumi?
BAGIAN II-Celia dan Tentangku
Aku tumbuh menjadi Celia yang ceria bahkan lupa cara merajut kesedihan lagi. Bagiku senyuman adalah kesejukan untuk setiap orang yang merasakannya, perlahan tapi pasti mereka pun ikut merasakan kebahagiaan yang kurasa.
Aku akan lupa bagaimana memulai kesedihanku saat aku tahu tak lama lagi aku akan operasi pencangkokan ginjal dan ortuku mungkin tak ingin tahu apa yang terjadi padaku.. Aku tahu ini berat termasuk saat menemukan orang yang cocok dengan golongan darahku dan rela memberikan separuh organnya untukku. Kali ini aku takkan memberitahukan kepada siapapun. Aku hanya ingin diriku saja yang tahu bagaimana rasanya menahan sakit dan keletihan karena ini semua.
Aku bekerja di sebuah perusahaan yang sangat menarik bagiku. Di sini aku kembali menemukan kebahagiaanku yang sebenarnya setelah meluluskan kuliahku di bidang desain komunikasi dan visual. Aku bertemu dengan sahabat dan terutama lelaki yang kemarin berjumpa denganku. Ia sangat atraktif dan aku menyukai setiap inci dari gayanya yang necis itu, dengan gaya pakaiannya yang begitu rapi dan rambutnya yang ditata sedemikian rumit namun menimbulkan kesan yang sangat artistik. Aku menilai semua berdasarkan pikiranku tentang keindahan.
Kini aku memiliki impian di mana ingin kuraih sebelum aku melakukan operasi. Aku ingin sekali menghabiskan waktu kali ini dengan merayakan hari kasih sayang bersama seseorang yang spesial dalam hidupku. Entah siapapun dia, pastinya orang yang kupilih kali ini akan membawakan aku berjuta bahkan miliar kebahagiaan. Siapakah dia?
BAGIAN III-Inilah..
“Kamu tahu apa yang akan kamu lakukan pada hari kasih sayang nanti?“ Tanya Shinta pada Celia.
“Aku belum ada rencana, sedang mencari orang yang pas untuk kuajak dan mungkin siangnya aku akan mengajak teman-teman berkumpul sambil menukarkan cokelat.“ Celia menjawab sambil menatap layar komputernya. Ia sedang sibuk mengejar deadline pekerjannya.
“Hmm.. gitu ya.“ Lalu Shinta kembali ke ruang kerjanya.
Sebuah pertanyaan yang sulit kujawab, aku masih belum yakin siapa orang yang akan menjadi Valentine-ku.
“Eh, kamu melamun aja.“ Tiba-tiba Anton mengagetkan Celia yang sedang melamun.
“Kamu? Ada apa?“ Celia membelalakkan matanya yang sipit karena sedikit terkejut.
“Kita akan adakan pesta kebun 5 hari lagi. Kamu mau ikut? Itu kan pas hari Valentine.“
“Semuanya ikut kan?“ Tanya Celia.
“Iya kok. Kamu harus ikut juga ya. Aku mau berdansa denganmu, boleh kan? Kutunggu!“ Anton lalu pamit sambil menyipitkan sebelah matanya.
Sudah lama Anton memendam rasa dengan Celia namun tak sedikitpun Celia mempedulikan hal itu. Ia selama ini belum menemukan apa yang ia cari dari diri Anton. Memang dimaklumi Celia cukup manis dengan lesung pipitnya yang dapat menghiasi setiap senyuman yang ia rangkai. Banyak lelaki yang ingin mendekati Celia tapi Celia cukup bersikap biasa saja terhadap mereka. Dan kini ada sesuatu yang berbeda ketika..
“Hai, Gery. Apa kabar kamu? Kamu bisa bantu aku membuat laporan ini?“ Celia yang biasanya pendiam saat ini telah berada di depan meja Gery. Gery tak bisa melupakan setiap detik Celia menyapa dengan senyuman khasnya.
“Kabarku baik. Hmm senyum yang manis darimu. Oh ya udah mana dokumennya? Sini aku coba selesaikan ya.“Gery berusaha sedikit memuji walau sebenarnya ia pemalu.
Celia pun memberikan dokumen yang ingin ia selesaikan lalu melesat pergi dengan berakhir kata terima kasih dari mulut Celia.
“Cel, tunggu.“ Gery sedikit berlari menghampiri Celia.
“Iya, ada apa?“
“Aku mau ajak kamu ke kafe nanti sehabis jam kantor selesai. Kamu mau ikut? Mungkin kita bisa saling ngobrol santai di sana.“
Celia mengiyakan dan betapa bahagianya Gery saat Celia mau menerima ajakkannya.
Celia mengiyakan dan betapa bahagianya Gery saat Celia mau menerima ajakkannya.
Sore harinya...
Gery sudah tiba lebih dahulu dibanding Celia. Gery bermaksud ingin menghubungi Celia namun enggan. Ia hanya takut jika Celia masih menyelesaikan pekerjaannya. Berjam-jam ditunggu, Celia tak juga dating. Gery sudah mulai penasaran apa yang sebenarnya terjadi. Ia akhirnya memutuskan untuk menghubungi nomor Celia tapi tidak aktif. Usahanya tak berakhir di situ, ia juga menghubungi semua teman kantor terutama Shinta, teman dekatnya di kantor. Selama 2 jam lebih, tak juga ada yang mengangkat. Kemudian.
Gery sudah tiba lebih dahulu dibanding Celia. Gery bermaksud ingin menghubungi Celia namun enggan. Ia hanya takut jika Celia masih menyelesaikan pekerjaannya. Berjam-jam ditunggu, Celia tak juga dating. Gery sudah mulai penasaran apa yang sebenarnya terjadi. Ia akhirnya memutuskan untuk menghubungi nomor Celia tapi tidak aktif. Usahanya tak berakhir di situ, ia juga menghubungi semua teman kantor terutama Shinta, teman dekatnya di kantor. Selama 2 jam lebih, tak juga ada yang mengangkat. Kemudian.
“Hallo, Shin. Maaf ini aku Gery.”
“Kamu mendingan cepat datang ke sini. Celia saat ini di rumah sakit.“ Gery langsung beranjak dari kafe itu. Apalagi musim hujan saat itu namun tak membuat ia berhenti untuk menuju ke rumah sakit. Gery bahkan lupa menanyakan apa yang sebenarnya terjadi. Saat ini yang ada di pikirannya hanyalah bagaimana ia dapat segera berada di sisi Celia yang sedang terkulai lemas di rumah sakit.
Gery berlari dan dilihatnya Shinta sedang duduk sambal menundukkan kepalanya.
“Shin, di mana Celia?” Tanya Gery dengan penuh kecemasan.
“Dia di dalam ruangan, sedang dicek dokter. Gery, kamu bisa bantu aku?“
“Dia di dalam ruangan, sedang dicek dokter. Gery, kamu bisa bantu aku?“
Gery hanya kebingungan, padahal ingin sebenarnya ia menanyakan apa yang terjadi dengan Celia.
“Kamu harus berjanji kamu harus berpura-pura tak tahu apa yang terjadi dengan Celia karena jika Celia tahu kamu mengetahui apa yang diderita Celia,aku takut ia akan benci denganku, Celia tak ingin membawa kesedihan untuk orang lain. Saat ini hanya aku yang baru tahu.“
“Kamu harus berjanji kamu harus berpura-pura tak tahu apa yang terjadi dengan Celia karena jika Celia tahu kamu mengetahui apa yang diderita Celia,aku takut ia akan benci denganku, Celia tak ingin membawa kesedihan untuk orang lain. Saat ini hanya aku yang baru tahu.“
“Iya, aku janji.“
“Celia menderita gagal ginjal dan jika dalam seminggu yang akan datang ia belum juga mendapatkan donor ginjal yang sesuai dengannya, umurnya takkan lama bertahan. Ia sudah berkali-kali melakukan cuci darah namun ia akhir-akhir ini tak intensif melakukannya karena berpikir bagaimana ia mendapatkan uang untuk melakukan cuci darah sedangkan uangnya tak cukup, ia tak ingin ortunya tahu hal ini, apalagi ortunya sangat bergantung padanya. Kamu mau membantunya mencarikan pendonor yang sesuai dengannya?“ Shinta lalu menangis.
Gery hanya berusaha melakukan yang terbaik saat ini. Ia terus memutar otaknya apa yang akan ia lakukan selanjutnya.
BAGIAN IV- Aku hanya ingin...
Celia sudah kembali sehat walau masih terlihat sedikit pucat. Teman kantornya pun tidak tahu apa yang sedang terjadi padanya. Celia hanya tersenyum dan kelihatan tidak sakit. Ia terus menyembunyikan semua rasa sakitnya tapi tidak dengan Gery. Gery berusaha membuat Celia bahagia apapun yang terjadi, Gery pun tak ingin Celia tahu tentang sakitnya.
“Celia, kamu mau gak kita jalan bareng sewaktu malam Valentine nanti?”
“Memang mau ke mana?“ Celia membuka sedikit kacamata hitamnya. Hari ini mereka menghabiskan waktu ke pantai. Teman-teman yang lainnya pun sedang mengunjungi toko souvenir yang ada di sekitar pantai. Tertinggallah mereka berdua yang begitu menikmati ombak pantai dan semilir angin yang meniup kulit mereka.
“Pokoknya ada sesuatu. Kamu harus datang ya! Jangan lupa pakai ini ya! Aku ga mau kamu kedinginan.“ Gery memberikan bingkisan hadiah lalu Celia membukanya.
“Wah, syal yang indah. Aku suka sekali warna merah. Makasih yah.“ Celia segera mengalungkan syal itu hingga menutupi seluruh lehernya.
“Kamu suka?“ Tanya Gery sambil menggarukkan kepalanya.
“Aku suka kok. Kamu gak usah malu gitu. Oh ya kebetulan aku juga ada hadiah buatmu.“ Celia lalu mengeluarkan kotak kecil dan di dalamnya berisi bingkai.
“Ini buat apa?“ Tanya Gery yang bingung saat melihat bingkai foto kosong tanpa foto.
“Aku ingin mencetak foto buat kita berdua terus kamu simpan aja sebagai tanda kenangan. Bentar ya, aku ambil kameraku dulu.“ Celia mengambil kameranya dan mereka berdua pun foto, tak lama keluar cetakan foto mereka yang berbentuk kecil. Celia meletakkan foto itu di dalam bingkai yang ia bawa.
“Bagaimana? Sesuai kan ukurannya?“ Celia seakan membanggakan bingkai dan foto yang tercetak.
“Kalau difoto aku malu-malu. Kamu ini bisa aja.“ Gery pun tersenyum dan mengambil bingkai beserta foto yang tercetak itu.
Empat hari kemudian...
Empat hari kemudian...
Saatnya pesta kebun diadakan. Kali ini Celia ragu antara datang atau tidak, Ia tak ingin mengecewakan Anton yang telah mengundangnya dan rekan kerjanya. Di sana Anton seakan menarik Celia agar terus bersamanya. Celia merasa tak nyaman, ingin rasanya ia pergi dari pesta itu. Dandanan Celia begitu menakjubkan sore itu. Anton terus memujinya bahkan ia tak segan mengungkapkan perasaannya terhadap Celia di hadapan para hadirin yang tiba saat itu. Celia menyesal telah menghadiri acara kali itu. Ia benar-benar tak percaya apa yang Anton lakukan demi Celia menerima cintanya.
“Cukup, Anton! Aku sudah jelaskan padamu, bukan? Aku tak suka padamu. Kita hanya teman. Mengapa masih kamu ragukan ini semua? Tak perlu kamu ungkapkan di hadapan banyak orang ini bukan? Aku kecewa sekali denganmu. Maaf aku pamit.“
Celia pun pergi meninggalkan pesta kebun yang sudah ditata rapi dengan berbagai bunga. Pesta kebun pun menjadi hening saat Celia beranjak pergi. Celia kali ini tahu kalau pesta itu hanya untuk Celia. Celia lalu pergi dengan diiringi Gery yang hampir kecewa jika pun Celia menerima perasaan Anton. Tapi Gery merasa hampir menang. Ia yakin akan tiba saatnya malam nanti ia akan memenangkan hati Celia.
“Celia, kamu gak apa-apa?“ Gery berusaha mendekati.
“Gery, kamu gak usah dekat ma aku!“ Celia hanya tersedu-sedu dan terduduk di halte. Gery yang khawatir dengan Celia, ia pun memberikan jasnya kepada Celia untuk melindungi tubuhnya.
“Tak apa kalau aku tak boleh dekat lagi sama kamu asalkan kamu jelaskan alasannya.“
“Kamu sangat baik buatku, aku pasti akan mengecewakanmu.“ Celia tak sama sekali menatap Gery. Baru sekali ini Gery melihat wajah Celia yang berlumuran air mata. Gery ingin segera menghapus kesedihannya tapi ia ragu.
“Mungkin kamu yang terlalu baik buatku. Aku terlalu berharap meraihmu. Celia, boleh aku menghapus kesedihanmu? Aku akan selalu ada buatmu kapanpun kamu mau meski aku tahu kita hanyalah teman biasa.“ Gery segera mengusap air mata Celia yang terus menetes.
“Gery, kamu tak pernah tahu apa yang terjadi padaku. Setelah kamu tahu, pasti kamu akan menjauh.” Celia lalu memberikan jaket Gery dan ingin pergi dari halte itu.
“Kamu jangan pergi. Saat kamu pergi, kamu tahu akan apa jadinya diriku? Mungkin aku akan merasa tak punya kebahagiaan lagi. Aku belum pernah melihat senyuman seindah kamu, kamu dapat mengubahku menjadi pribadi yang menghargai cinta dan bahkan saat aku hampir lupa ke mana arahku berjalan. Kamu seakan menuntunku menjadi lebih baik. Kamu tahu, tiap malam aku merindukanmu. Entah sampai kapan ini semua akan berhenti. Aku harap jangan ada perhentian dalam kerinduan ini.“ Gery pun memberikan Celia sebuah kalung berbentuk hati.
“Aku tak bisa memberikan kamu apa-apa di hari Valentine ini. Kemarin mungkin ku memberikan kamu syal, tapi yang kali ini sesuatu yang sedikit bisa kamu kenang. Harapanku hanya satu, kamu harus berjuang di tempat operasi besok hari. Kamu yakin bisa?“
Celia kaget saat mendengar bahwa Gery tahu soal operasi itu.
“Kamu tahu aku akan operasi besok? Iya beberapa hari yang lalu, rumah sakit meneleponku dan aku sudah boleh melakukan operasi itu segera. Maafkan aku, tak bisa hadir menemuimu kemarin.“
“Kamu tak perlu kesal dengan Shinta. Memang ia yang memberitahukan itu semua padaku. Kamu tahu, aku menemanimu sepanjang malam saat kamu terbaring. Aku hanya ingin memastikan dirimu baik-baik saja.”
“Baiklah, semua udah berlalu. Kamu juga sudah terlanjur tahu. Aku ada sebuah permintaan, bisakah kamu memenuhinya?“
“Apa?“
“Apapun yang terjadi di esok hari, mau lancar ataupun tidak operasi itu, tetaplah berada di sampingku, dan apapun yang terjadi jika aku sudah tak bisa bersamamu lagi, aku hanya ingin satu hal saja, kenanglah aku sebagai orang yang pernah mengisi hidupmu. Aku hanya ingin kamu bahagia walau mungkin jika kita tak bisa menyatu.“ Celia menarik nafasnya.
“Baiklah, kau pasti akan lancar melalui segalanya.“ Gery terus berdoa dalam hati.
BAGIAN V- Kamu di sana`?
Kali ini operasi dilakukan. Celia ditemani keluarganya, Shinta, dan Gery. Shinta ternyata telah menjelaskan semuanya kepada keluarganya dan mereka menyesal terlambat mengetahui apa yang terjadi pada Celia. Selama ini keluarganya tak begitu mempedulikan Celia karena kesibukan mereka masing-masing. Bagi Celia, ia tak ingin mengeluhkan penderitaannya kepada orang yang ia sayang.
“Celia, kamu harus kuat.” Sang ibu terus saja bergumam.
Celia hanya tersenyum menanggapi perkataan tiap orang padanya. Sesuatu yang berbeda terjadi, Gery tak menemuinya di saat detik-detik menjelang operasi tapi ia percaya dengan syal pemberian lelaki itu ini akan membuat dirinya selalu dekat dengan Gery. Celia tetap optimis bahwa Gery akan datang, tapi ternyata tidak.
Operasi berjalan cukup lama, Celia juga tak kunjung sadar setelah operasi berjalan dengan sempurna. Gery mendekatinya dan duduk di dekatnya.
“Celia, ayo bangun. Kamu sudah di mana saat ini? Aku menunggumu di sini. Ayo, bukalah matamu. Kamu tahu, dari hal kecil saja, kamu selalu memperhatikanku, dari yang dulu diriku suka merokok, makan nasi kebanyakan, kamu masih saja tak lupa untuk mengingatkanku hal itu. Aku yakin kalau kamu ingat ini, kamu pasti bangun.“ Gery tersenyum.
Celia menggerakkan tangannya, Gery akhirnya dapat bernafas dengan lega. Celia terbangun dari tidurnya.
“Gery..“ Gery pun langsung keluar memanggil semua orang-orang dekatnya untuk masuk.
Semua memeluknya, Celia telah sadar. Sang dokter pun memasuki ruangan dan memanggil Gery.
“Terima kasih sudah membantu Celia. Akhirnya ia bisa meraih lagi kebahagiannya.” Sang dokter menjabat tangan Gery.
Semua memeluknya, Celia telah sadar. Sang dokter pun memasuki ruangan dan memanggil Gery.
“Terima kasih sudah membantu Celia. Akhirnya ia bisa meraih lagi kebahagiannya.” Sang dokter menjabat tangan Gery.
“Dok, tolong jangan jelaskan kepada mereka termasuk Celia siapa yang memberikan ginjal kepada Celia. Jika mereka bertanya, jawab saja tidak tahu.” Gery tenang setalah menyampaikan segala isi hatinya.
Dokter hanya diam.
Dokter hanya diam.
“Kamu yakin dapat bertahan dengan satu ginjal? Kamu harus benar-benar menjaganya.“
“Saya yakin, Dok. Saya akan menjaga fisik saya sama saat saya harus menjaga orang yang saya sayang.“ Gery meninggalkan sang dokter.
“Dok! Saya ibunya Celia. Saya ingin tahu, siapa pendonor ginjal yang telah membantu anak saya ini.”
“Yah tak masalah, Bu. Yang penting anak ibu sudah tertolong.” Dokter pun tak ingin setiap orang tahu mengingat janjinya pada Gery.
“Dok, boleh saya bertemu Gery?” Celia mendadak keluar dari ruangan.
“Kamu sebaiknya istirahat dulu. Nanti saya panggilkan Gery ya.“
"Dok,sebelumnya saya mau bertanya siapa yang sebenarnya memberikan ginjal ini pada saya?" Celia menghalangi sementara saat sang Dokter ingin memanggil Gery.
Dokter hanya berdiam sesaat. Celia terus meminta agar Dokter mengatakan yang sebenarnya.
"Orang itu adalah orang yang ada di sekitar kamu dan dia tidak jauh."
Apakah itu Gery? Batin Celia. Ah tak mungkin.
Gery mendatangi Celia yang sedang beristirahat.
“Celia, maaf aku tak bisa hadir tadi.”
“Iya tak apa.” Celia hanya menatap jendela kamar. Ia sedikit kesal dengan cara Gery kali ini yang seakan tak mempedulikannya.
“Aku ingin pamit. Maaf selama ini selalu merepotkanmu, kadang aku terlalu menggantungkanmu dan berharap diriku sendiri berubah karena kamu. Aku akan melanjutkan sekolahku di luar negeri.”
“Kamu tega ya tinggalin aku dalam keadaan begini.”
“Yang penting kamu sudah sehat, aku sudah sangat bahagia. Kamu baik-baik ya di sini. Semoga kamu menemukan orang yang lebih dariku. Aku harap kita berjumpa lagi nantinya.“ Gery kali ini meninggalkan ruangan itu dan mungkinkah ini yang terakhir kalinya ia bertemu bahkan mengecup kening Celia? Gery ingin berjuang untuk cita-citanya namun ia juga tak rela melepaskan Celia.
BAGIAN TERAKHIR
Kebahagiaan seperti apa? Dan bahkan aku lupa cara tersenyum saat kau tak ada di sini...
Tiga tahun kemudian..
“Selamat, Celia! Kamu sudah menjadi penulis terkenal saat ini! Wah judulnya menarik sekali, Smile In Your Eyes, apa benar temanku ini suka tersenyum ya?“
Shinta memuji sahabatnya.
Shinta memuji sahabatnya.
“Ah, gaklah. Judulnya memang kebetulan aja begitu.“ Celia sibuk membereskan buku-buku yang sudah ia terbitkan.
“Sebenarnya ini tentang seseorang ya? Sayang sekali aku belum pernah membacanya. Oh ya Celia,aku ada sesuatu yang ingin kubicarakan padamu.”
"Apakah itu?"
"Sebenarnya yang memberikan ginjal itu hingga kamu bisa sehat sampai hari ini adalah Gery. Ia ingin menyembunyikan semuanya dari kamu tapi aku diam-diam menemui sang dokter sewaktu itu." Shinta cemas dengan apa yang telah ia katakan.
"Kenapa baru bilang sekarang saat Gery sudah tak ada lagi di sini?"
"Iya aku ragu untuk bilang. Tapi aku tak bisa menahan lagi untuk bilang sama kamu tentang semua kenyataan yang terjadi."
“Oke. Aku juga berusaha untuk tak mengingat dia..Sebentar ya, aku ke toilet dulu“ Celia langsung pergi dan tak sadar ia menabrak seseorang dan terjatuh.
“Maaf ya. Eh,Celia.“
“Kamu? Ngapain di sini?“
“Aku ingin bertemu dan meminta tanda tangan pada seorang penulis yang kukagumi sejak dahulu.“
“Aduh,kalian berdua memang jodoh ya. Bertemu kembali setelah sekian lama“ Shinta menghampiri mereka berdua..
Mereka pun tertawa saat mengingat masa dahulu saat masih bekerja di perusahaan itu.
Setelah sekian lama akhirnya mereka dipertemukan dengan rasa yang masih sama dan kali ini mereka akan berjumpa mungkin untuk selamanya. Mereka dapat menyatu dan kali ini mereka mulai berjuang bersama-sama meniti impian mereka sampai nanti dan kini...
Jarak dan keadaan pun lupa cara memisahkan mereka...
Milikku adalah milikmu, begitu juga cinta kita... Tak perlu kau tahu siapa yang berkorban lebih di antara kita. Lupakan itu. Kita hanya ingat bahwa kita akan berkorban untuk sebuah hal yang akan kita capai, kebahagiaan :)
Oleh : Beatrix Intan Cendana Putri
Khusus hari Valentine :)) pembuatan tgl : 3 Februari 2015 hari Selasa. :)
Khusus hari Valentine :)) pembuatan tgl : 3 Februari 2015 hari Selasa. :)
Komentar
Posting Komentar
Silakan bagi yang ingin memberikan komentar yang membangun ^^. we share our opinion :)