Demi Kebahagiaanmu (cerpen)


     Memang dirimu tak selamanya hadir untukku, namun satu hal yang kutahu cukup mencintaiku dan menyayangi seutuhnya adalah sebuah bukti bahwa kau memang terlahir hanya untuk bersamaku, menikmati hari hingga lupa bahwa senja bukan milik kita lagi- Cika Andini.

  1. Menemukanmu..
“Ini ada sesuatu untuk Kakak.”


“Adik kecil, ini dari siapa?” Cika yang tak tahu menahu mengenai bunga yang mendadak disajikan untuknya dari seorang anak kecil.


“Itu kak, orangnya.” Ia menunjuk pada tempat di mana orang tersebut berada tapi tak kulihat siapapun di sana. Ah sudahlah, aku kembali saja ke kelas, batin Cika.


“Kamu udah jadian sama cowok kece itu, Cika?” Cika sekilas langsung diserbu oleh beribu pertanyaan dari teman sekelasnya. Cika hanya tersenyum menanggapi pertanyaan mereka tanpa sepatah kata pun keluar dari mulutnya.


“Tuh dia orangnya..” Kata Rika yang sudah berdecak kagum melihat pesona lelaki yang memasuki ruangan kelas XII IPA 1.


Satu sekolah tahu bahwa Ardi yang merupakan teman seangkatan CIka di kelas XII IPA 2 adalah salah satu murid yang eksis, pintar, dan menjadi idola para cewek di kelasnya, terutama Cika. Cika menyukainya karena dari kecil mereka selalu bersama sebagai sahabat baik. Tapi kini Cika telah menjalin hubungan spesial dengan lelaki ini.


“Ini untukmu.” Ardi telah menyiapkan seikat bunga mawar merah yang ia beli sebelum berangkat ke sekolah, hal ini membuat teman-temannya menjadi iri.


“Jadi kamu yang kasih bunga ini tadi? Kok kamu kasih tadi gak bilang-bilang?”


“Wah kalau itu aku gak tahu siapa yang kasih.” Ardi sedikit bingung mendengar pertanyaan Cika kali ini.


Sepulang sekolah Ardi sudah menunggu di dekat gerbang sekolah.
“Yuk, aku antarkan kamu pulang.” Ardi menggandeng tangan Cika yang mungil itu.


“Hmm yah aku masih kepikiran siapa yang tadi pagi kasih aku bunga ya.”


“Gak usah terlalu dipikirkan, palingan fans lama kamu kali. Dia mungkin belum tahu kalau kamu udah denganku kali ya.” Ardi pun memberikan helmnya pada Cika.


Sepanjang perjalanan Cika masih saja teringat pada sosok anak kecil yang memberikan bunga itu dan masih penasaran dengan orang tersebut. Mereka pun akhirnya sampai di depan rumah dengan perjalanan yang tidak begitu jauh.
“Terima kasih ya udah antarkan aku.” Cika berbalik arah.
“Tunggu..” Ardi turun dari motornya lalu mengeluarkan kalung yang ia simpan dalam kotak merah di saku celana seragamnya dan mengalungkannya pada leher Cika.
“Ini buat aku?” Ardi pun mengangguk.
“Sebagai tanda jadian.”

2) Menjelang Acara
Ujian Nasional pun berlalu dengan sempurna. Dan sejak itu pun mereka sudah jarang bertemu satu sama lain karena kesibukan Cika yang mempersiapkan segalanya dengan matang, termasuk acara prom night yang esok hari akan diadakan. Cika kebetulan dipilih sebagai panitia oleh teman-teman sekelasnya.


“Cika, bagaimana persiapannya?” Anton, sahabat sekelas Ardi pun datang menghampiri Cika.
“Baik-baik aja. Ini lagi mau melatih yang gladi resik.”
“Bisa kubantu?”
“Tak apa kok. Bentar lagi juga beres. Kamu gimana dengan urusan kuliahmu?” Jawab Cika dengan semangat.
“Hmm kayanya dua hari lagi aku akan terbang ke Perancis untuk mengurus segala biaya administrasiku selama sekolah di sana.”
“Cika, aku bisa ngobrol denganmu?” Tiba-tiba Ardi memanggilnya dari luar pintu aula.
“Sebentar ya, Ton.”
Cika pun keluar menemui Ardi.
“Cika, besok aku jemput kamu jam 6 sore yah supaya nanti ada kesempatan latihan bareng teman lain.”
“Lho, kamu gak latihan tadi?”
“Biar gak grogi aja sih besok.” Ardi menggaruk kepalanya.
“Dasar kamu ih, pikirku kenapa mau cepat-cepat ke sini besok.”
“Cika, Ardi, aku kembali ke kelas dulu yah.” Anton izin pamit.
Cika mengangguk namun berbeda dengan reaksi Ardi kali ini, ia malahan membuang mukanya seakan tak menyukai kehadiran Anton.
“Di, kamu ada masalah sama dia?”
“Gak ada.”
“Terus kenapa begitu tadi?” Tanya Cika.
“Kamu tahu gak, dia yang kasih bunga padamu kemarin.”
“Oh, jadi kamu cemburu toh?”
“Untuk apa alasan cemburu?”  Ardi menyangkal dan membuat Cika tertawa sejenak.


3) Prom Night
Acara kali ini berlangsung meriah, Cika yang kali ini mendapat giliran sebagai panitia, telah mempersiapkan segala halnya dengan baik begitu juga ia telah melatih beberapa temannya yang mengisi acara.
Setelah selesai, Cika hanya duduk termenung melihat tingkah laku teman-temannya saat bermain di dekat kolam renang. Cika merasa letih dan beristirahat sejenak sesambilan mengikuti alunan tawa mereka yang girang sekali malam itu.


“Cika, ngapain di sini? Ayo main yuk!” Anton mengajak Cika untuk mengikuti permainan bersama teman lainnya.
“Gak deh, kamu aja yang main sana gih.”
“Gak ada kamu, sepi nanti. Mendingan kamu ikutan aja.”


Akhirnya Cika pun mengikuti kemauannya. Rita, salah satu teman sekelasnya begitu antusias menarik tangan Cika lalu menjelaskan bagaimana cara bermain.
“Permainannya gimana ?” Cika berbisik pada Rita.
“Permainannya dibagi secara berpasangan, satu regu cewek dan satu lagi cowok. Jadi setiap orang yang bertanding, harus memancing ikan mainan di dalam kolam itu sebanyak-banyaknya dalam waktu 2 menit. Yang menang boleh pilih siapa yang menjadi pasangan dansanya sedangkan yang kalah harus mengikuti apa keinginan dari pembawa acara kali ini.”
Cika pun mendapatkan giliran bersama Tanti, yang merupakan salah satu primadona di sekolah itu. Nyali Cika pun menyusut setelah tahu Cika sebagai saingannya kali ini. Ya hanya permainan, batin Cika. Pertandingan berlalu selama beberapa menit dan akhirnya Cika pun kalah. 
“Sekarang grup cowok lagi, Anton dan Reza.” 
Anton pun juga mengalami hal yang sama dengan Cika, ia kalah karena kurangnya konsentrasi dan akhirnya harus berduet dengan Cika.
“Aku minta kalian berdua nyanyi sambil berdansa bersama.” Eza sudah siap dengan permintaannya dan teman-teman lain pun menyoraki tanda setuju.
Cika terlihat sedikit grogi.
“Kalau kamu keberatan, gak apa kok, Cika. Aku bisa minta pertimbangan dengan Eza.”
“Gak usah, Ton. Aku gak kenapa kok.” Jawab Cika.
“Kamu lagi sibuk mencari Ardi ya? Aku lihat dia sama teman-temannya tadi.”
“Oke, oke, lanjutkan aja hukuman kita.” Cika tertawa.
Mereka berdua menyanyikan lagu A Thousand Years lalu diiringi dansa.
“Cika, makasih yah, sepertinya besok sore aku harus pergi ke Perancis untuk melanjutkan studiku di sana.” Anton tertunduk sedih.
“Lho, harusnya kamu bahagia dong? Ya semangat!”
“Maaf, untuk soal kamu dan Ardi, aku gak tahu kalau kalian berdua udah jadian pada saat itu. Aku terlanjur memberikan bunga mawar itu untukmu.”
“Anggap aja itu sebagai tanda persahabatan kita. Kayanya aku harus pergi menemui Ardi, mungkin saja dia udah selesai dengan urusannya. Sampai jumpa dan hati-hati ya, kabari aku jika kamu sudah tiba di sana.” Cika pun tersenyum dan melambaikan tangannya.


Aku harap ini bukan pertemuan kita yang terakhir, batin Anton.
Cika pun berkeliling mencari Ardi.
“Hei, Ardi, ngapain kamu di sini? Mau pulang bareng?”
“Iya, teman-temanku mau ikutan, kamu gak masalah?”
“Hmm ya deh.” Jawab Cika yang meragukan sikap teman-temannya terhadap Cika.
Ardi mulai menyiapkan mobilnya.
“Mau apa kita hari ini?” Ardi menanyakan hal itu sepanjang perjalanan.
“Nyalakan musik sambil minum-minum.” Salah satu temannya menyahut.
“Kamu tertarik, nona manis?” Ardi menawarkan.
Perasaan Cika berubah menjadi tak enak. Ingin ia rasanya turun dari mobil.
“Turunkan aku di sini, kalau kamu masih mau minum, aku berhenti di sini!”


Perasaan Cika benar-benar takut saat itu, ia gelisah saat bersama dengan lelaki itu dan gengnya. Cika hanya bisa terduduk diam sambil menangis. Seketika mobil yang dibawa Ardi pun oleng dan Ardi tak bisa lagi menahan dirinya, mobil pun terperosok masuk ke area persawahan dan menabrak pohon besar. Cika tak sadarkan diri dan terluka parah. Teman-temannya Ardi pun begitu, kecuali Ardi yang masih sempat meminta pertolongan dan menelepon ke rumah sakit.
Saat di rumah sakit..

“Ardi sebenarnya apa yang terjadi?” Ibu Cika pun tiba di rumah sakit segera setelah mendapat telepon dari Ardi.
“Maafkan saya, Bu. Saya mabuk saat membawa mobil tadi dan bersama teman-teman juga kami pesta minum di mobil.”
“Kamu tidak tahu itu berbahaya sekali?”
Ibu Cika langsung menuju ke dalam ruangan ICU di mana anaknya dirawat tapi dihalangi oleh suster.
“Maaf, Bu, sebaiknya tunggu di luar.” Sang suster mempersilakan sang Ibu untuk duduk.
Beberapa menit kemudian sang dokter pun keluar dan ibu pun langsung mendekatinya.
“Dok, bagaimana keadaan anak saya? Apakah dia baik-baik saja? Jika perlu darah, saya bisa memberikan padanya.” Sang ibu meneteskan air matanya.
“Tak apa, Bu. Tak lama lagi akan pulih. Namun yang saya khawatirkan yaitu matanya, mungkin ia akan menderita buta akibat benturan yang keras mengenai matanya.”
Sang Ibu langsung terkapar dan hampir pingsan saat mendengar apa yang terjadi pada anaknya.
“Bu, Cika tak kenapa kan? Saya mendengar telepon dari Ardi mengenai….”
“Anton, Cika buta.”
“Gak mungkin kan Bu? Saya gak percaya.” Anton terkejut mendengarnya.
“Ia takkan pernah lagi bisa kuliah dan meraih cita-citanya akibat lelaki itu.”
“Sudah, Bu. Saya akan menemui Ardi segera.”
“Tak perlu, semua pun takkan kembali. Sekarang tolong bantu Cika, bantu semangati dirinya.”


4) Terasa Gelap?


“Cika? Kamu udah sadar?”
“Iya, kamu Anton ya. Tapi kenapa rasanya gelap ya mataku?”
“Jangan dibuka dulu matanya, perbannya belum dilepas kan?” Kamu masih bisa melihat aku kok lewat pikiranmu.”

“Anton, aku takut.. Aku buta. Aku takut tak bisa melihat lagi wajah orang-orang yang kusayang. Ardi mana ya?” Cika terus menangis.
“Ardi sedang diadakan pemeriksaan mengenai kecelakaan itu. Ia sekarang di kantor polisi. Udah, kamu tenang aja, semua akan baik-baik saja selama ada aku menemanimu di sini.” Anton berusaha menenangkan.


Seketika hp Anton berbunyi, tanda pesan singkat masuk.
Anton, tolong jaga Cika ya. Mungkin aku takkan pernah bisa menjaganya lagi. Aku takut tak bisa,karena aku telah melukainya walau aku sebenarnya sangat menyayanginya, tapi aku tahu hanya kamu yang pantas bersamanya, buatlah ia bahagia. Aku sangat berterima kasih jika kamu bisa melakukannya untukku—Sahabatmu, Ardi.


“Anton, sedang apa? Apa benar aku buta? Tolong jawab aku.”
“Udah, udah, tak apa-apa. yah untuk sementara saja, suatu hari nanti kamu bakal bisa melihat lagi kok.”
Cika pun mulai menangis dan tertidur menyamping, bermaksud berusaha menghindari Anton.
“Anton, lebih baik kamu pergi deh. Kamu tak pantas berteman denganku.”
“Cika, mau kamu buta ataupun gak, kamu tetaplah temanku dan gak ada yang bisa pisahin kita.”
“Kamu yakin?”
“Yah, aku bakal menemani kamu sampai sembuh nantinya.” Jawab Anton dengan tulus.
Mulai sejak itu, Antonlah orang yang selalu menemani Cika meski akhirnya Anton merelakan dirinya untuk tak melanjutkan studinya ke luar negeri. Bagi Anton, Cika yang terutama buatnya. Cika sebenarnya tak ingin hanya karena dirinya, Anton melepas keinginannya.
“Kamu kalau mau pergi bersekolah kembali, sekolah aja. Aku bisa jaga diri aku di sini bersama mama.” Cika meminta.
“Aku tak kenapa kok. Hmm lagian aku lagi pengen sekolah di sini aja, kemarin itu papaku yang minta sekolah di sana.” Jawab Anton berdusta.


Mereka berdua kini menjadi akrab, tiap ada waktu, pasti mereka bertemu dan berjalan bersama, pernah suatu hari Anton pun membawa gitar kesayangannya sambil bernyanyi.
“Kamu mau nyanyi lagu apa?”
“Terserah deh, aku sebenarnya pengen banget jadi penyanyi tapi sayang yah impian ini kayanya gak mungkin aku ambil.”
“Kamu bisa kok.” Anton pun mulai memetik senar gitarnya lalu menyanyikan lagu ´Nothing to Lose´, sejenak Cika pun tertidur di atas bahu Anton setelah beberapa lama mendengarkannya bernyanyi..


Anton menatap wajah halus Cika yang begitu indah di matanya, dengan sosok mata polos dan alis matanya yang tipis, Anton pandangi tiap detilnya hingga terpikirkan olehnya ingin mencium keningnya saat ia tertidur, tak lama..
“Ton, maaf ya, aku ngantuk banget, kemarin bantu mama menyulam sampai larut malam.”
“Tuh kan, aku bilang jangan tidur sampai malam.” Cika hanya mengangguk.
“Ton, kamu besok mulai kuliah?”
“Iya nih, kuliah bisnis ternyata menyenangkan juga, baru masuk, udah dapat banyak teman.” Cika hanya mendengarkan dan tertunduk sedih meratapi dirinya.
“Cika juga pengen kayak kamu, punya teman banyak dan bisa berbagi dengan mereka semua.”
“Gimana kalau besök aku ajak kamu ke tempat kuliah aku?”
Cika menurutinya.


5) Aku di mana?
Cika menikmati hari-harinya menemani Anton ke kampus walau kadangkala ia sering ditinggal sendiri dan hanya mendengarkan lagu dari IPod kesayangannya sambil bernyanyi.
“Cika, ayo kita berangkat! Aku udah selesai kuliah nih. Aku mau minta kamu nyanyi lagu kesukaanmu nanti gimana?”
“Menyanyi?”
“Udah gak apa-apa kok.”
Ternyata diam-diam Anton membawanya ke suatu tempat yang sunyi untuk rekaman. Cika pun mulai menyanyi dan Anton begitu antusiasnya ingin mewujudkan keinginan Cika sebagai penyanyi.
“Yeah, akhirnya dapat deh satu rekaman. Aku mau simpan ah buat pengantar tidur.”
“Ton, hari Selasa depan jadi kita pergi atau kamu ada acara keluarga?”
“Ya, jadi. Jam 8 pagi deh ya.” Anton berencana mengajak Cika untuk mengunjungi suatu tempat pada keesokan harinya.


Namun khusus hari ini pun mereka berdua menikmati senja di sore yang indah ini, ditambah gemercik air mengiringi kehadiran mereka melalui sungai yang terbentang di sana.


“Andai esok hari lagi aku bisa menikmati sejuknya sungai ini sambil belajar bersamamu di sini.” Anton berharap.
“Loh, kita kan bisa pergi lagi esok hari?”
“Yah, bisa tapi mungkin saja bukan bersamaku lagi.”
“Kok kamu bilang gitu sih?”
“Ya aku bercanda kok.” Anton tertawa.


Cika merasakan hal yang berbeda saat bersama Anton, ia selalu berharap ini adalah hari pertama yang terbaik buatnya dan akan terus berlangsung selamanya sampai ia tidak lagi takut menghadapi hari seiring berjalannya waktu.
“Bentar lagi cita-citamu menjadi penyanyi pasti tercapai.” Anton meyakinkan.
“Ah, sepertinya gak mungkin perusahaan musik mau menerima orang sepertiku.”
“Suaramu indah, aku yakin.” Anton memegang tangan kanan Cika sebagai tanda penyemangat.

5) Kembalilah…
Dua bulan lebih dilalui Cika dengan suka duka, tapi duka pun perlahan memudar sejak kehadiran Anton. Ibu Cika pun tidak lagi khawatir dengan keadaan anaknya yang sudah mulai ceria lagi dan semakin mencintai dunia musik. Tepatnya Selasa ini Cika akan menunggu Anton untuk mengajaknya pergi jalan.


“Anton jam berapa datang?” Sang Ibu terus menanyakan.
“palingan bentar lagi, Bu.”
Cika dengan sabar menunggu meski sudah telat beberapa menit. Ia meyakinkan takkan terjadi apa-apa dengan Anton. Sesekali ia menghubungi Anton tapi tak diangkat. Cika terus berdoa  namun perlahan keresahan melandanya.
“Bu, ada apa dengan Anton ya?” Cika bolak-balik.
Tak lama…
Telepon berdering…
“Saudari Cika, sudah ada mata yang akan didonorkan pada Anda.”
“Benarkah?”
Cika akhirnya bisa bernafas lega, kini ia bisa melihat lagi seperti normal.
“Aku harus hubungi Anton, Ma..”
“Gak ada waktu, Nak. Kita harus segera ke rumah sakit.”


Mereka pun tiba di rumah sakit dan langsung menjalani operasi mata. Ibu Cika menemani dengan harapnya Cika bisa sembuh dan kembali menjalani hari-harinya. Namun tidak dengan Cika, ia terus memikirkan keadaan Anton yang tidak mengetahui soal ini.

5) Tersadar
Beberapa jam kemudian, operasi mata pun berhasil, Cika akhirnya bisa melihat indahnya dunia dengan kedua matanya dan tak lama seseorang berpakaian necis mendatangi Cika yang sedang bersiap-siap ingin pulang dari rumah sakit.


“Saudari Cika, saya Dian, temannya Anton yang bekerja di perusahaan musik, ini ada kaset hasil rekaman Anda dan Anda telah diterima di perusahaan kami untuk saling bekerja sama. Selamat ya. Saya pamit dulu ya, kalau sudah pulih, Anda bisa mendatangi kantor kami besok pagi.” Lelaki itu pun keluar dari kamar Cika.


Cika yang gelagapan segera membuka apa yang tersimpan di balik amplop. Di sana ada kaset dan sepucuk kertas.
Cika, maafkan Anton yang tak bisa menemani proses operasi kamu, Ka. Seperti yang pernah Anton bilang aku akan menemanimu sampai kamu sembuh. Dan sekarang kamu udah sembuh kan? Berarti cukup sudah tugasku dan kebetulan rekamanmu sudah sampai di meja sang manager. Kamu bahagia? Pesan Anton, kamu jaga diri ya. Anton sudah gak bisa lagi berada di dekat Cika, tak bisa lagi memainkan gitar seperti dulu ataupun menemani Cika jalan. Mungkin suatu hari ada pengganti Anton yang lebih bisa memahami Cika. Selama ini Anton selalu menyebunyikan rasa sakit di otak ini dari Cika tapi yang perlu Cika tahu Anton mencintaimu dan Anton akan memberikan apapun untuk Cika, termasuk yang berharga untuk Cika, tolong dijaga ya. Dan ingat, kamu harus bahagia ya. :) -Anton
Cika langsung terduduk dan menangis tak hentinya. Sang ibu yang baru saja mengunjungi dokter pun melihat Cika dan memasuki ruangan, memeluk Cika.
“Bu, Anton telah pergi..semua juga telah pergi meninggalkan aku, Ardi, Anton” 
Sejak itu, setiap saat Cika pasti mendengarkan rekamannya untuk mengenang Anton. Terkadang ia mengingat Anton yang selalu menyanyikan lagu untuknya dan semua kenangan itu akan ia ingat sampai kapanpun. Belum pernah Cika merasakan perasaan yang lebih apalagi saat bersama Ardi. Cika yang mulai menyayangi Anton merasa belum bisa membalas perasaan Anton, namun bukankah cinta memberi tanpa syarat? Jika ya, abadilah cinta Anton meski ia telah jauh di surga sana.


Unconditional Love:)

10 Juni 2015



Komentar

Popular one!