Seandainya.. Aku dewasa -Cerita Mini

  Hujan begitu derasnya turun mengairi pekarangan rumahku. Sudah sekian lama ku tak merasakan kesejukan ini. Hujan yang selalu mengingatkanku tentang kisah seorang sahabat dan kini aku mulai tenggelam dalam lautan nostalgia masa SMA-ku.


  Seorang sahabatku sering berkhayal seakan ia ingin cepat kuliah dan menjadi dewasa. Menurutnya dewasa itu indah dan tidak seperti anak kecil lagi yang selalu terikat oleh namanya aturan terutama dari ortu. Pantaskah aku percayai perkataannya?
Sedangkan pemikiranku hanya satu andai masa kecilku bisa terulang kembali saat bersama teman-teman TK , bermain bersama.. dan kebiasaanku dulu berkutik dengan sepeda kesayanganku.. Mungkin pengandaianku ini terlalu muluk. Sahabatku terus saja tersenyum saat ia mengatakan ia ingin juga menemukan tambatan hati yang berujung cerita harapannya akan sesuai dengan dongeng yang pernah ibunya ceritakan sewaktu masih kecil dulu. Ia ingin menjadi seorang putri tidur yang takkan terbangun sampai ada cinta sejatinya yang datang memberikannya ciuman hangat.

  Aku hanya bisa geleng-geleng melihat tingkah temanku yang menurutku terlalu mempersoalkan kedewasaan diri. Batinku terus mengatakan tak ingin sekali aku cepat dewasa, aku ragu untuk memegang beban terlalu berat jika semakin umurku bertambah. Padahal ibu mengharapkan sekali sifatku seperti sahabatku ini yang selalu berpikir ingin dewasa dan segera jatuh cinta. Aku tak ingin semua diukur dari umur. Biarlah kupikir kedewasaan berjalan dari seiring bergulirnya waktu.

   Suatu hari saya mendatang ibu yang sedang sibuk mengocok kue dadar. Tak lama, saya pun terdiam dan spontan untuk berkata sesuatu.

  "Haruskah saya jatuh cinta? Kalau gitu, boleh saya coba jatuh cinta?" Saya menanyakan pertanyaan polos ini kepada ibu.

  "Jatuh cinta bukan untuk dicoba, tapi berawal dari pertemuan lalu pindah ke pikiran dan jatuh ke hati." Ibu menjelaskan.

  Memang tak ada salahnya yang ibu katakan tapi yang aku tahu dewasa itu harus jatuh cinta sedangkan aku sama sekali belum pernah merasakan hal itu, mungkin hanya sebatas kagum pada seseorang. Kalau begitu, artinya ku belum dewasa, pikirku. Oh tidak.

  Saya pun perlahan tahu mengapa saya tak kunjung dewasa. Masalahnya bukan dari jatuh cinta, tapi dari sesuatu hal yang membuat saya yakin kalau suatu saat ada di masa di mana saya benar-benar berubah sepenuhnya karena dari pengalaman yang mengajarkannya. Namun pikiran ini terus mengganggu saya hingga niat saya hanyalah ingin bercerita kepada seorang sahabat setia saya yang menurut saya dialah yang pantas menjadi pembimbing saya menuju ke kedewasaan. Ia membuka pikiran saya.

  "Baiklah, jika kau ucapkan kedewasaanmu berawal dari jatuh cinta. Tidakkah kamu tahu banyak cinta membuat orang melupakan kedewasaannya sendiri? Mungkin tidak semua tapi menurutku seperti itu. Kalau sekarang ingin dewasa marilah kita melangkah saja, jalani apa yang ada di hadapanmu. Ikuti irama itu, bukan sekadar paham sebatas satu bidang saja. Ambil langkah yang kau rasa ragu, tapi kau ingin sekali mencobanya. Jangan takut jika itu hal positif. Melangkahlah terus, hingga hari itu akan tiba, tiap orang akan mengapresiasikan dirimu, bahwa apa yang mereka pikirkan tentangmu, kau tak dewasa itu benar-benar salah."

   Saya hanya mengangguk. Ternyata cinta hanya membuat orang tak berpikir rasional bagi orang yang hanya mengutamakan kedewasaan berawal dari jatuh cinta.
Langkah itu bisa membuat kita bertahan di satu sisi atau kita ambil kesempatan untuk mengenal lebih lanjut bagaimana sejauh ini sifat dewasa yang kita miliki. Kamu akan mencobanya? Dewasa bukanlah berdasarakan umur tapi bagaimana kita bisa menghadapi permasalahan tanpa rasa ragu dan mengambil kesempatan secara rasional.

   Sejak itu saya pun terbuka agar saya tak lagi memusingkan kedewasaan hanya karena umur yang sudah semakin bertambah. Karena saya hanya berusaha menjalani, mengambil hikmah, dan menghargai setiap detik perubahan yang saya alami. :) Perubahan itulah akan membawa saya pada hal itu.

Komentar

Popular one!