Antara Impian dan Cinta(CERPEN)

Antara Impian dan Cinta
Oleh : Beatrix Intan Cendana Putri
„Di bawah langit ini aku berharap…dan di bawah pohon ini…
Aku menunggu….dan.. akan terus menanti….
Kau pernah berkata, kau takkan meninggalkanku bahkan hingga ku jauh melangkah demi
masa depanku.“


“Ingin rasanya aku kembali ke masa saat itu, masa SMA di mana itulah saat awal kita berjumpa dan terasa indah sekali ya.“
   “Iya, di mana persahabatan kita dimulai.“
   “Adi, apakah hari ini hari terakhir kita berjumpa sebelum aku melanjutkan pendidikanku ke luar?“
    “Ya, mungkin.“ Jawab Adi dengan nadanya yang terlihat cuek.
    “Ayolah jawab. Mungkinkah kita bertemu lagi nantinya?“ Aku selalu menyerbunya dengan berbagai pertanyaan dan ini membuatnya semakin bingung untuk menjawab.
       Kami pun hanya saling diam memandang satu sama lain. Tak lama aku pun menangis dan pergi meninggalkan Adi sendiri. 
Sepertinya diriku butuh keadaan sendiri dan tenang, batinku. Aku tak kuat jika harus menangis di depan Adi. Aku pergi menuju ke taman belakang rumah dan duduk di bawah pohon mangga kesayangan ayahku, lalu aku menunduk dan terus menangis.
   “Kau tak perlu menangis. Kau harus kuat. Bagaimana kami yang kau tinggalkan? Ini demi masa depanmu. Kau berhak mendapatkan beasiswa itu. Sedangkan aku? Jujur aku iri denganmu. Kau pasti akan baik-baik saja di sana, kuyakin.“ Dia pun tersenyum dan langsung merangkulku.
       
        “Mengapa kau bisa yakin?“
        “Karena… hmm… aku sayang padamu melebihi sebatas sahabat. Tapi aku tahu kamu harus pergi jauh saat ini dan aku takkan berharap kamu akan menyayangiku melebihi seorang sahabat. Aku akan tetap menunggu di mana suatu saat nanti kita bisa bertemu dan bersama kembali.“
       “Bisakah kau menantiku kembali? Tepatnya di bawah pohon ini kita berjumpa? Saat semua kembali, pohon ini akan ditu‚mbuhi dengan berbagai dedaunan yang hijau dan akan sangat indah.“
      Sebelum pergi, aku selalu berharap dan terus berdoa bahwa seluruh impianku akan dekat denganku dan kami akan bertemu kembali nantinya..
     Aku akan tetap menantimu…
———————————————————————
Hari ini tepat acara malam perpisahanku sebelum aku terbang menuju ke Frankfurt. Tak terasa waktu cepat sekali berlalu, seakan baru kemarin hari kelulusan berlalu. Malam ini aku siapkan semua keperluanku dan mamaku membantu. Terkadang mama sempat juga khawatir apakah aku bisa bertahan di luar sana dan sendiri tanpa saudara.
Aku selalu berusaha meyakinkan diri bahwa aku bisa.
Kring… kring.. kring…
Telepon genggamku berbunyi dan kulihat nomor tak dikenal tertera di sana. Siapakah dia?
Aku mencoba tak menjawab dulu. Akhirnya sampai ketiga kalinya baru aku mengangkatnya.
„Hallo….. selamat malam… ni siapa ya?“
„Hallo, kak Jane. Aku Rita. Bisa ketemu di taman belakang rumah malam ini? Cepat yaa.. Ditunggu.. Sampai jumpa nanti“
Tut… tut… Pembicaraan pun terputus.
Aku hanya bingung dengan apa yang dimaksudkan adikku ini. Aku pun menuju ke taman dan lalu….
Kulihat seorang lelaki dengan gagahnya memakai jas coklat.
“Adi? Kamu tahu di mana Rita? Tadi aku janjian sama dia ketemu di taman ini.“
„Aku yang sengaja menyuruh Rita supaya menghubungimu dan aku menyiapkan segala sesuatu untuk pertemuan kita terakhir malam ini. “
“sstt.. Jangan bilang ini pertemuan terakhir ya.“
“Aku tutup matamu ya.“
Ia perlahan menuntunku dan membawaku ke sebuah tempat.
“Di sinilah kejutan dimulai!“ Ia langsung membuka tutupan mata itu dari wajahku.
“Wow.. Indah sekali..“ Jawabku terpesona. Kulihat di taman itu dihiasi dengan berbagai lampu warna-warni dan lilin yang membentuk tulisan „I LOVE YOU“..
“Kurasa ini hadiah buat perpisahan kita malam ini. Kamu suka?“
Aku pun hanya mengangguk dan tersenyum.
“Terima kasih buat hadiah malam ini.“
Lalu dia mengeluarkan sesuatu dari sakunya berupa kalung berlian dan memakaikannya kepadaku.
“Kalau memang suatu saat nanti kita berjumpa, kuharap kamu masih tetap memakai kalung ini. Aku menunggumu. Sampai jumpa, Jane.  Kamu yang sukses ya di sana. Aku juga di sini akan selalu baik-baik saja dan berusaha menjadi sukses buat kamu.“
Ia pun memelukku dan pergi. Aku hanya bisa membiarkan ia pergi dan berusaha menguatkan diri untuk tak mengeluarkan sedikit pun air mata.
Jane, kamu harus kuat ya… Kata-kata yang  selalu Adi ucapkan dan sampai kapanpun terngiang di pikiranku. Sambil melamun aku membayangkan jika suatu saat kami bertemu kembali. 
“Kak, mari kita pulang. Kakak harus menyiapkan buat keperluan besok.“ Rita menghampiriku. Ya, aku baru sadar bahwa aku harus pulang dan mengurus segala keperluanku besok. 
Hari ini benar-benar membuatku lelah dan sejenak aku bisa melupakan rasa sedihku menyambut hari esok.
————————————————————
Di bandara…
“Nak, kamu hati-hati di sana ya. Mama papa selalu mendoakanmu dari jauh.“
“Iya, ma, pa. Kalian juga jaga diri ya.“
Tak lama dari kejauhan..
“Kak Jane, maaf Rita terlambat datang untuk mengantar kakak. Tadi kak Adi menitip surat ini buat kakak.“
„Dia ada di sini?“
“Iya tadi. Tapi sekarang udah pulang , kak. Oh iya, Rita mau pesan buat kakak, hati-hati ya kak di sana. Aku pasti kangen sama kakakku yang imut ini.“
“Iya, kakak juga akan sangat merindukanmu, adikku. Kak berangkat ya. Papa mama, aku duluan ya.“
Aku pun menuju ke ruang check in dan segera menuju ke ruang tunggu.
Makasih buat keluargaku tersayang dan Adi. Aku sangat sedih Adi tak bisa mengantarku hari ini. Apakah ia sibuk atau mungkin sudah melupakanku? Tapi mengapa ia masih sempat menitip surat kepada Rita?
Tak tertahankan, aku pun meneteskan air mataku setelah membuka surat dari Adi. 
Dear Jane,
Maaf aku tak bisa mengantarmu di bandara. Aku cukup melihatmu dari jauh saja. Di luar bandara saat kamu turun dari mobil, aku sempat memandangmu dan berharap kamu tak tahu kalau aku tiba di sana. Tapi aku akan melakukan yang terbaik buatmu. Kutitipkan surat ini pada Rita dan kuharap ia memberikanmu sewaktu kamu akan berangkat nanti. Maafkan Rita jika ia terlambat menemuimu. Aku tak rela melepasmu sebenarnya makanya aku tak ingin terlihat di depan matamu. Yang perlu kamu tahu kalau aku sayang sama kamu selalu. Jaga dirimu di sana ya ^^.
Adi
————————————————————
Hari demi hari kulalui mulai dari ketibaanku di Frankfurt sampai aku menjalani aktivitasku sebagai seorang mahasiswi. Meski aku lumayan sibuk dengan kegiatanku saat ini, aku tetap meluangkan sedikit waktu kosongku untuk mengabari mereka, keliargaku juga Adi.
Tapi beberapa hari sejak kepergianku, aku rasa ia mulai berubah. Ia sudah mulai sulit dihubungi. Terkadang aku sempat menanyakan kabar Adi pada mama.
Sempat terpikirkan olehku, apa mungkin Adi telah melupakan perkataannya dulu bahwa ia sangat manyayangiku? Atau mungkin ia sudah memiliki yang lain dan pastinya lebih baik dariku. Mestinya aku sadar bahwa aku menyayanginya sebagai sahabat dan tidak lebih. Tapi mengapa pemikiranku tetap menganggap kalau ia itu lebih dari seorang sahabat buat hidupku?
Di dalam kesedihan mengiringi, aku pun hanya membuat puisi yang kuharap bisa mengobati rasa sedihku.
“Halo, Jane. Besok ada kompetisi puisi. Kamu yakin sudah siap? Loh, kok kamu lelihatan sedih? Pasti gara-gara seseorang ya. Udahlah lupakan dia. Fokus pada yang pasti.“ Sarah, teman sesama kampus menghampiriku.
„Maaf, aku lupa. Makasih ya udah menginatkan. Untung saja aku udah siapkan. Aku  tinggal latihan di rumah. Pulang dulu ya. Tschüss…“ Aku pun pergi tanpa menjawab semua pertanyaannya.
————————————————————
„“Saat aku merindukanmu…
Kubuka kembali album kenangan saat kita dulu pernah bersama…““
Tepatnya hari ini aku terpilih sebagai salah satu peserta pembaca puisi di acara pensi di kampusku ini.
„Ich würde einen Engel für Dich, 
mit dem Flügel, um Dich nach Himmel zu bringen..
Ein Himmel, der….niemals….
Keine Traurigkeit,keine Pein hat..
Alles sieht schön aus, wenn wir beiden den Flügel haben.
Wir sind zusammen jetyt und für immer…““
(Saya ingin menjadi seorang malaikat untukmu, yang bisa membawamu ke surga dengan sayap ini.
Surga yang di mana tidak pernah ada kesedihan dan luka, yang ada hanyalah keindahan di mana kita berdua yang hanya memiliki sayap ini.
Kita bersama sekarang dan sampai kapanpun, serta untuk selamanya…)
Tepukan tangan mengiringi saat aku selesai membaca puisi. Aku hanya tersenyum dan berpamitan  keluar dari panggung pensi. Sekilas aku melihat sebuah tatapan mata dari seorang yang tak asing lagi yang sedang berdiri dan sambil memperhatikanku saat membaca puisi. Hal ini membuatku penasaran, siapakah dia?
Apakah itu Adi? Ah, tak mungkin ia datang ke sini. Aku tahu dia pasti akan mengabariku jika ia akan pergi ke sini. Ya sudahlah, mungkin aku terlalu memikirkan dia.
Aku bergegas untuk keluar dan benar apa perkiraanku. Aku melihat Adi di luar sana sedang berbincang dengan seorang wanita. Betapa senangnya aku bahwa ia berada di sini.
Ingin rasanya aku menghampirinya. Pada saat melangkah, kulihat wanita itu memeluknya.
Siapa wanita itu? Batinku.
Aku pun langsung berlari dan menangis. Adi pun sadar akan hal itu dan ia langsung mengejarku, terus memanggil namaku. Aku tak sedikit pun menoleh ke belakang.
“Jane„,. awas…..“
Ia langsung mendorongku ke atas rumput di seberang jalan.
“Adi, maafkan aku…“ Langsung aku memeluknya saat tahu Adi sudah terluka.
“Maaf untuk hal yang tadi. Aku ingin menjelaskan kepadamu bahwa ia teman baikku. Kami berdua sangat menyukai penampilanmu hari ini. Aku senang perjuanganku tak sia-sia untuk bertemu denganmu di kota ini. Setelah sekian lama aku bekerja dan berjuang untuk mendapatkan beasiswa S2 di sini demi untuk mengejarmu. Aku hanya menyesali bahwa sekarang hidupku sepi, ortuku menginggal saat kecelakaan tahun lalu, dan tak ada yang tersisa di hidupku selain kamu. Aku mencintaimu, apakah kau juga begitu? Jika kau mencintaiku, tolong jangan simpan rasa bersalah dan kalung ini, bisakah kamu menyimpannya? Kamu baik-baik ya. Aku mencintaimu. Selamat tinggal,Jane…“
“Maafkan aku, Adi. Aku mencintaimu selalu. Semoga kau bahagia di sana.“
————————————————————
Dua tahun kemudian…
aku pun kembali dengan membawa bukti kelulusan dan serpihan masa lalu yang masih terbesit di pikiranku.
Serpihan kenyataan bahwa aku masih mencintai Adi dan aku akan terus menanti di bawah pohon ini tepatnya di hari perpisahan kita.
Saat ku kembali, akankah pohon ini bersemi dengan dedaunan yang alami dan indah?
seperti cinta kita yang selalu bersemi meski waktu telah berubah….
——00000———-
Maret 2014 from Liebe Germany^^
   

Komentar

Popular one!