Daun-Daun pun Berguguran (cerpen pertama)

Daun daun Pun Berguguran - Cerpen Cinta Remaja

DAUN-DAUN PUN BERGUGURAN
Karya Beatrix Intan Cendana

Hari ini tepatnya musim gugur yang bagiku cukup menyejukkan, mungkin tak seperti biasanya. Kegiatan bersepeda sepertinya takkan pernah kuabaikan apalagi jika itu harus kulakukan bersama Sung Min, sahabat kecilku. Sung Min merupakan anak yang baik, meskipun sekarang ia tinggal bersama neneknya karena ditinggal oleh ibunya sejak masih bayi. Ia juga yang pertama kali mengajariku cara bersepeda yang benar. Untung saja ia cukup sabar menghadapi sifatku yang selalu merasa bisa akan segala hal.

“Oppa, aku capek. Kita menepi dulu yuuk di lapangan itu. Kan, banyak mainannya, pasti seru deeh…” Kataku dengan wajah yang masih polos.

Sung Min hanya mengangguk-angguk menanggapi permintaanku. Setiba di tempat itu, aku segera berlari menuju ke lapangan itu. Tanpa sadar, aku hampir saja menabrak tiang yang berada d dekat arena permainan itu. Aku berusaha mengelak sehingga aku pun terjatuh. Khawatir apa yang akan terjadi padaku, Sung Min pun langsung mendatangiku. Saat itu, aku hanya bisa menangis dan merintih kesakitan.
“Jangan nangis lagi. Semua akan baik-baik saja. Ada aku di sini.” Katanya menenangkan.

Oppa pun lalu menggendongku dan membawaku ke tepi sungai dan diletakkannya aku di tempat duduk, entah apa yang akan diberikannya kepadaku. Ia kembali dengan membawa air dan dedaunan untuk menyembuhkan lukaku. Aku masih saja menangis.
“Oppa, aku takut mama marah sama oppa karena oppa sudah diberikan tugas oleh mama untuk menjagaku selama aku pergi sama oppa. Tapi ternyata oppa harus kena marah gara-gara aku.” Sambil menyesali perbuatanku.
“Itu tak masalah selagi kamu bersamaku. Ini juga kesalahanku yang tak bisa menjagamu tadi. Udahlah, yang penting kamu cepat sembuh ya. Jangan kamu ulangi lagi perbuatanmu.”
“Baik,oppa. Aku janji. Takkan aku ulangi. Kita pulang yuuk. Hari udah sore.”
Oppa menuntunku kembali ke tempat tadi untuk mengambil sepeda. Ia memboncengiku dengan sepeda kesayanganku dan sengaja ia tinggalkan sepeda miliknya di tempat itu.

Aku sebenarnya agak takut untuk kembali ke rumah karena alasan lukaku ini. Mama pasti marah jika tahu aku terluka.
“Kamu kenapa,Ra? Pasti gara-gara Sung Min. Mama sudah katakan sejak awal, tak usah bergaul lagi dengannya.”
“Bukan,ma. Ini kesalahan Nera sendiri. Maaf.”
“Kali ini mama maafkan. Ada hal penting yang mama mau katakan ke kamu. Besok kita akan kembali ke Jakarta.”
“Kenapa,ma? Aku masih pengen berada di sini. Bersepeda sama oppa, makan kimchi bareng mama dan papa.”
“Papa pastinya tidak akan ikut bersama kita. Ia akan tetap tinggal di sini.”
“Mama dan papa ada masalah apa? Kan biasanya papa dan mama selalu bersama. Kalau mama pergi, pasti papa ikut. Ya kan..?”
“Hmm.. Papa masih terlalu sibuk mengurusi urusan kerjanya di sini, mungkin ia akan menyusul kita nantinya.”
Kemudian, mama meninggalkanku di kamar dengan penuh tanda tanya. Apa yang sebenarnya terjadi? , batinku.
Semalaman aku menangis karena takut akan kehilangan oppa, papa, dan semua kenangan di Korea ini. Tak lama, aku terpikirkan untuk membuat surat yang ditujukan kepada oppa.

Oppa-ku yang imut dan tersayang.
Oppa, sepertinya terasa sebentar yah kita bersama. Tak terasa dua tahun telah kita lewati, tapi mama sudah mengajakku kembali ke Indonesia. Padahal aku masih ingin berada di sini untuk bersekolah dan bermain denganmu,oppa. Entah kapan lagi ya kita bisa jalan bareng seperti dulu, bersepeda,dan makan es krim. Aku pasti akan selalu merindukan masa-masa itu. Jangan khawatir ya oppa. Mulai sekarang aku akan belajar tanpamu, mandiri dan takkan cengeng lagi. Oppa, pesanku, jangan terlambat makan dan jangan lupakan aku yah oppa. Semoga kita bisa berjumpa lagi nantinya. Aku sayang oppa selalu.  .
Sahabatmu,
Nera.

Pagi harinya, aku berusaha menemui papa dan oppa tapi sayang, aku hanya bisa menemui papa saja. Mama melarangku menemui oppa. Ia malahan mengajakku ke sekolah untuk mengurusi seluruh biaya administrasi pada bulan terakhir saat aku bersekolah di situ.

“Ma, aku pengen ketemu oppa sebentar saja, boleh?”
“Waktu kita sangat singkat,Ra. Kamu mau kalau kita terlambat? Kita harus segera berangkat menuju ke bandara. Titipkan saja suratnya pada Min Soo, sopir papamu ini.” Katanya berusaha meyakinkan.
“Baik, ma.” Jawabku dengan lemas.
Aku pun memberikan surat itu pada sang sopir, berharap segera diberikan kepada oppa. Berat rasanya hati ini saat harus meninggalkan Korea tanpa bertemu dengan oppa. Bagaimana aku menghubunginya kembali saat aku berada di Indonesia? Dengan surat-menyurat? Aku tak tahu alamatnya. Telepon? Yah, itupun aku tak tahu. Semuanya mama yang menyimpannya. Ia merahasiakannya agar aku tak menghubunginya lagi. Sejak saat perpindahanku ke Jakarta, aku harus mandiri tanpa oppa di sisiku lagi. Terkadang papa pulang ke Jakarta tapi tak tahu kabar tentang oppa, cukup menyedihkan.

Lima tahun kemudian…
“Dia anakmu….”
“Anakku? Anakku hanyalah Nera.”
“Istrimu yang menyerahkan anak itu kepadaku sebelum menikah denganmu, tapi ia tak pernah mau mengakuinya dengan jujur. Sekarang selesai sudah tugasku mengurusinya. Jelaskanlah kepadanya siapa ibunya yang sebenarnya.”
Perdebatan terjadi saat nenek oppa mendatangi kantor papaku dan berhasil membuat yakin akan cerita yang sebenarnya. Papa pun berusaha menjelaskan itu semua dengan oppa hingga oppa pun tahu akan semua yang terjadi.
Saat itu pun, aku sedang merayakan hari ultahku ke-17 meski tahun ini kurayakan hanya dengan mama.
Aku kangen dengan oppa dan papa. Ingin rasanya kuungkapkan rasa rindu ini pada mama. Namun, mama tak pernah sedikitpun ingin membahasnya, apalagi jika menyangkut masalah oppa.
Oppa, apakah kamu juga merindukanku?
Hari-hariku sudah terisi dengan begitu baik meskipun masih kurang lengkap tanpa hadirnya oppa yang biasanya selalu menjadi teman curhatku. Sekolah selalu menjadi bagian dari hari-hariku. Hari-hari yang kulewati sepenuhnya berlalu di sekolah ini dengan mengikuti berbagai organisasi sehingga aku pun tak jenuh dan sejenak dapat melupakan oppa. Sekolahku selalu menjadi pusat perhatian untuk murid-murid baru yang akan masuk ke sekolah ini. Kali ini terasa heboh karena kelasku kedatangan murid baru.
Aku menjadi penasaran siapa yang akan menduduki kursi lagi di kelas XII IPA 1 ini. Apakah Sung Min? Mudah-mudahan saja, kuberharap selalu.

Ternyata…
“Oppa?”
“Nera, kamu sekolah di sini? Sekian lama aku mencarimu dan ingin berusaha menjelaskannya kepadamu. Maaf, aku benar-benar kehilangan kontak denganmu. Aku tak tahu, aku baru bisa menghubungimu lagi saat ini setelah papa menjelaskan semuanya padaku. Nanti lagi kita berjumpa di kantin sekolah pas jam istirahat. Ada sesuatu yang ingin kujelaskan padamu.”
Apa yang akan diungkapkannya? Penasaran rasanya, ingin rasnya waktu ini dipercepat sehingga aku bisa lebih banyak menghabiskan waktu untuk mendengarkannya nanti sekalian melepas rindu yang lama tak terobati.

Bel istirahat pun berbunyi, secepat kilat aku mendatangi kantin. Oppa belum datang. Kumenunggu sejenak. Perasaanku mulai bercampur aduk saat melihat oppa datang. Sung Min pun langsung mengambil posisi agar bisa duduk dekat denganku. Sepertinya pembicaraan kali ini cukup serius.
“Nera, aku mau bertanya, apa benar mama mengajakmu kembali ke Indonesia hanya karena semata-mata berusaha menjauhimu dari aku?”
“Yah, tak mungkinlah,oppa. Masa mama tega melakukan demikian. Kenapa harus ditanyakan hal itu?”
“Maaf, aku terlalu mencampuri urusanmu dengan mamamu. Mungkin waktu itu kita masih terlalu kecil sehingga belum paham apa yang sebenarnya terjadi. Kamu tahu kenapa aku pindah ke sini?”
“Tidak,oppa…”
“Ini semua berkat papa. Papa yang memberikanku kontakmu setelah tahu kalau kita ini ternyata ada hubungan saudara. Sekarang aku telah menemukan apa yang kucari.”
“Kita saudara?” Tenggorokkanku rasanya hamper kering saat mengucapkan kata ‘saudara.’

Ia pun berusaha menjelaskan panjang lebar apa yang sebenarnya terjadi termasuk perbincangan papa dengan nenek.
“Jadi bagaimana dengan nenekmu?” Aku pun berusaha mengalihakn pembicaraan.
“Dia baik-baik saja dan sekarang tinggal bersama papa. Kita akan segera kembali membentuk keluarga dan berkumpul lagi. Itu yang sangat kuharapkan sejak kecil.” Tak sadar, ia mulai meneteskan air mata.
Baru sekali ini aku melihat oppa menangis. Kupegang punggung tangannya untuk menenangkannya. Yang kutahu, oppa kecil terlihat sangatlah kuat dalam menghadapi berbagai masalah, walaupun terkadang ia cenderung pendiam. Tapi kali ini cukup berbeda. Ia mau membagikan hal ini kepadaku. Sejujurnya, aku cukup kecewa setelah mendengar fakta yang terjadi juga mama yang selalu menyembunyikan semua itu selama bertahun-tahun. Aku tak mengerti apa yang ada di pikirannya selama ini. Lama-kelamaan, mama pun paham mengenai perubahan sikapku terhadapnya dan usahaku untuk menceritakan itu semua akhirnya diterima. Aku telah berhasil membuka rahasia yang selama ini ditutupi. Mama pun menyesal dan menyerah. Ia meminta maaf kepadaku karena telah mengecewakanku. Maaf ini selalu terbuka untuk mama meski aku sangat kecewa dengannya.
Mulai detik ini aku belajar untuk melupakan kata sahabat kecil yang pernah kupupuk saat bersamanya dulu.

Tahun baru pun tiba….
Akhirnya hari yang kutunggu-tunggu pun tiba… Berkumpul bersama mama, papa, oppa, dan nenek. Janjiku pada mereka, setelah tahun baru ini berakhir, aku akan mengambil beasiswa kuliahku di Seoul. Oppa tak tega melihatku pergi sendirian. Ingin rasanya ia menemaniku tapi aku tak memberikannya kesempatan. Alasannya, aku ingin mandiri.

Aku terlanjur menyimpan rasa mendalam terhadap oppa. Menunggunya, bahkan berharap ia juga memiliki perasaan yang sama terhadapku. Rupanya penantian itu tak selamanya akan berakhir dengan sia-sia. Ia kembali meski bukan untukku. Mungkin saat ini, aku bukanlah sahabat kecil yang seperti dulu lagi.
Maafkan aku,oppa. Rasa ini kan selalu ada untukmu. Tak tahu sampai kapan akan berakhir. Berharap oppa dan siapapun takkan pernah tahu itu.

Biarlah kini aku sendiri menjalani hari dan mengiringi langkah daun-daun yang berguguran seperti saat di musim itu, saat itulah kita pertama kali berjumpa dan menjalin sebuah persahabatan.
----^^------

PROFIL PENULIS
Bersekolah di SMA Xaverius Curup, Bengkulu.
Sekarang akan lulus dari kelas XII IPA 1
Hobiku suka menulis terutama puisi dan cerpen.
Ini cerpen pertamaku :)
Facebook : Beatrix Cendana

No. Urut : 999
Tanggal Kirim : 10/05/2013 20:45:21

Komentar

Popular one!