Setetes Perjuangan (Cerpen)

  Kamu takkan pernah tahu bagaimana rasanya menjadi seorang ibu hingga saatnya kamu menjadi seperti diriku saat ini..

  Ibu yang selalu mengayomimu dengan kasih sayang dan menjadikanmu permata dari awal kau tumbuh di rahimku hingga tiba saatnya kamu hadir menghiasi setiap detik perjuangan dan menghapus keluh kesahku dan mengubahnya menjadi kebahagiaan..-Ibu





    "Inilah bayiku, bayi yang akan kubesarkan dan kudidik dengan caraku sendiri." Seorang ibu ini tampak bahagia setelah berjuang selama 2 hari 2 malam untuk melahirkan anak yang ia kandung selama 9 bulan 4 hari ini. Untung saja proses lahiran berjalan lancar meskipun dokter awalnya menyerah akan segera mengoperasi sang ibu. Ibu mengatakan, ia akan berjuang dengan seluruh nafasnya meskipun harus berjaga selama 24 jam.

   Sepulang dari rumah sakit tanpa ditemani sang suami karena suaminya meninggal akibat kecelakaan mobil seminggu lalu sebelum istrinya melahirkan.Rasa pedih terus mengintai pikiran,kali ini ia harus ditemani oleh sang mertua yang sangat paham akan perasaan dia saat ini.

   "Selama dua minggu ke depan ibu akan menemanimu dan bayi ini. Kamu tak perlu bekerja dulu. Istirahatlah terlebih dahulu. Lagian masih ada uang asuransi yang dimiliki oleh suamimu.Kamu bisa pakai untuk bayar sewa rumah selama tiga bulan."

  Tapi Nita, ibu dari bayi itu tak ingin hanya menghabiskan waktu senggang di rumah. Terkadang tanpa sepengetahuan ibu mertuanya, ia pergi ke pasar bersama bayinya untuk membantu menjual sayuran dan sedikit demi sedikit ia mengumpulkan uang di dalam kotak kecil yang ia letakkan di lemari bajunya. Ia pergi dari jam 2 pagi dan kembali saat matahari mulai terbit. Nita belum merasa puas dengan uang yang ia kumpulkan selama seminggu lebih. Ditambah lagi ia harus mandiri dalam mengurusi rumah dan segala pembayaran rumah sekarang harus ia atur. Ibu mertuanya terus memperhatikan keadaan dengan mengirimkan sayuran matang walaupun sudah tak bisa lagi membantu keduanya untuk tinggal di rumah itu.

  Kini Nita semakin mandiri, ia terus berjuang memberikan yang terbaik untuk anaknya. Bahkan saat anaknya sakit, Nita tak ingin berkutik dalam kekhawatiran. Di malam hari jika badan anaknya mulai panas, ia segera berikan semua ramuan tradisional.Kalau belum sembuh, segera ia bawa ke puskesmas terdekat. Tak lupa juga untuk memperhatikan tumbuh kembang anaknya apalagi tak lama lagi Sasha Destiana, nama anak yang ia berikan ini atas permintaan suaminya, akan menginjak SD.

  Nita tak mengalami hal berat dalam membayar uang sekolah anaknya. Ia sudah mempunyai uang tabungan yang lumayan sejak lama ia kumpulkan sejak Sasha masih bayi.

  "Ibu, belikan aku sepatu baru. Aku malu memakai sandal terus sejak dulu dan sudah ditambal berkali-kali, Bu." Sang anak mulai mengeluh karena hanya memiliki sandal sebagai pelindung kaki satu-satunya untuk menuju ke sekolah.

  Sang ibu pun mulai mencari uang demi anaknya. Pertama kali ia berusaha menenangkan hati anaknya dan ibu berjanji akan membelikan sepatu dengan uang yang ia cari dari hasil jerih payahnya. Pada pagi hari sekitar jam 1, ia memulaikan langkah kakinya menyusuri dinginnya cuaca di luar dan banyaknya pepohonan menghalangi perjalanannya. Ternyata sang ibu pergi menuju ke tempat pengangkutan sayuran yang berjarak 5 km dari rumah serta tak lupa ia membawa rakitan mainan yang sudah ia rancang dan ia akan jual di tiap sekolah.

  Pekerjaan yang sangat membutuhkan tenaga ini berhasil Nita lalui tanpa rasa keluhan sedikitpun.
Lalu ia menuju ke tiap sekolah dan tiba saatnya ia berada di depan gerbang sekolah anaknya. Sang ibu melihat sang anak yang keluar dari kelas lalu memanggilnya dari jauh. Sang anak berpura-pura tak melihat bahkan ia bersembunyi di balik tong kecil di depan kelasnya. Ibu menyangka anaknya tak melihat sang ibu. Ibu hanya duduk dan menunggu anak-anak lainnya membeli mainannya lalu kepada seorang temannya Sasha, sang ibu menitipkan bekal makanan berupa nasi goreng.

  Ibu selalu tahu apa yang menjadi kesukaan anaknya sejak kecil. Tapi ia jarang sekali memasakkan anaknya nasgor, ia tahu ini tak sehat jika diberikannya tiap hari. Ibu pun pergi setelah anak-anak masuk kelas. Ibu langsung menuju ke toko sepatu yang tak jauh dari sekolah anaknya.

  "Maafkan ibu, Nak.Ibu hanya punya uang sebesar seratus ribu rupiah hasil hari ini dan kemarin.Mungkinkah ini cukup?" Sepanjang perjalanan , ia hanya bertanya-tanya dalam hati. Ia menyusuri seluruh pertokoan lalu ditemukannya sepatu warna merah dan agak sedikit lusuh namun masih layak dipakai.Ia melihat harganya sama dengan uang yang ia miliki. Kali ini uang yang sebenarnya ia akan pakai untuk belanja kebutuhan sehari-hari terpaksa ia gunakan untuk membeli sepatu anaknya. Ibu merasa bangga bisa memberikan apa yang selama ini anaknya dambakan.

  Saat di rumah.. Ibu pun memasak sayuran yang masih tersisa kemarin dan kebetulan sang mertua masih sering mengirimkan makanan matang yang bisa ia panaskan saat cucunya kembali.
Sasha pun kembali dengan wajah yang ceria, ia telah mengenakan sepatu yang baru ia bawa dari sekolahan.

  "Ibu! Akhirnya saya punya sepatu sendiri. Dito yang memberikannya kepada saya. Orangtuanya sangat baik, mau membantu saya juga." Sang anak bergurau.

  Sang ibu pun sedih melihat perlakuan anaknya yang benar-benar tak menghargai jerih payah ibunya.

  "Nak, kamu inginkan sepatu baru bukan? Ibu sudah membelikannya untukmu. Mengapa kamu memakai sepatu yang bukan hakmu?Kembalikan!" Ibu langsung menarik anaknya dan menyuruh anaknya melepaskan sepatu itu.Sang anak terduduk dan menangis.

  "Ibu tak ingin kamu menjadi anak yang meminta barang orang lain. Ibu bisa memberikanmu, sudah ibu bilang bukan?" Ibu melanjutkan.

  "Tapi ibu, aku tak ingin lama-lama. Ibu membuat hariku susah saja." Sang anak langsung menuju ke kamar tanpa peduli ibunya.

 Ibu pun mengambil sepatu yang Dito berikan lalu segera ia kembalikan kepada pemiliknya yang kebetulan tak jauh dari rumahnya.

  Ibu benar-benar menyesal apa yang dilakukan barusan kepada anaknya.Baru sekali ini ia berang terhadap sikap anaknya. Ia tak ingin anaknya menjadi seorang yang bergantung kepada orang lain dan berharap menajdi mandiri.

  Ibu pun pulang dengan membawakan sedikit makanan yang ia beli di warung. Dilihat anaknya tertidur di kamar, ia tak berani membangunkan anaknya padahal ia ingin makan bersama dengan anaknya kali ini.

  Beberapa tahun kemudian...
Sang anak tumbuh semakin dewasa dan ibunya selalu mendidik anaknya agar mandiri terutama untuk hal kecil. Ibu memang tak ingin mengeluh dengan anaknya bahwa ia sejujurnya sedikit berat membiayai anaknya walalupun ia sudah mengumpulkan begitu banyak uang tapi dirasa belum cukup. Ibu pun sampai menjadi pekerja buruh bangunan demi menyekolahkan anaknya.Pernah sekali sang ibu tertimpa kayu dan inilah yang membuat sang ibu akhirnya menjadi lumpuh. Semangat ibu tak pernah pudar demi menyekolahkan anaknya.

  Ia bahkan rela menjadi tukang koran di jalanan karena ia tak mampu lagi berjalan normal. Sang anak kini berubah bahkan ia seringkali menjaga ibunya. Sasha bermaksud ingin mengurangi penderitaan ibunya dengan bekerja sebagai tukang jasa ketik walau upah yang ia dapat tidak seberapa.

 Sang ibu ingin anaknya tetap melanjutkan sekolah hingga perguruan tinggi. Sebelum sang anak merantau ke luar kota, ibu berpesan,

   "Ingatlah ibu keras terhadapmu bukan karena ibu membencimu. Itu karena ibu ingin kamu menjadi anak berhasil yang bisa membangun negara ini. Umur ibu mungkin takkan lama.Ibu akan menitipkan uang hasil kerja ibu padamu. Kamu bisa pakai saat kamu butuh tapi ingat janganlah menjadi pribadi yang boros. Jadilah orang yang berkualitas." Sang anak pun menangis mendengar pengakuan ibunya. Lalu sang ibu merelakan ia pergi merantau.

  Sejak itu sang ibu sering merindukan anaknya dalam sepi. Ibu tak ingin menjadi beban untuk anaknya. Akhirnya sangibu mulai menderita sakit keras dan ini benar-benar merenggut nyawanya.Sang ibu meninggal saat ia belum bisa melihat anaknya sukses.Sang anak benar-benar terpukul saat jauh. Ia nekat kembali ke kampung halamannya untuk melihat jasad ibunya pada terakhir kalinya.Sang anak terus berjanji pada ibunya.

  "Ibu, aku akan sukses. Akan dengar semua nasihat ibu. Maafkan aku, Ibu. Belum sempat membanggakanmu.Tapi Ibu yakinlah padaku, aku akan buktikan pada dunia ini bahwa aku benar-benar menyayangi ibu sepenuhnya. Terima kasih kasih sayangmu, Ibu."

  Sang anak pun menemani perjalanan sang ibu hingga ke pemakaman. Dan inilah awal permulaan dirinya akan berjuang demi sang ibu dan negaranya.

  Setahun berlalu,, kini ia sudah mulai meniti kariernya bahkan menjadi pengusaha muda yang berpengaruh di lingkungannya berkat ajaran sang ibu. Impiannya tidak muluk-muluk, hanya ingin membahagiakan ibunya walau hanya sekali dalam seumur hidup.

Komentar

Popular one!